Sasaran Strategis Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan dalam Renstra 2015-2019 adalah meningkatnya akses, kemandirian dan mutu sediaan farmasi dan alat kesehatan.
Alat kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) sebagai bagian dari sasaran program dianggap memiliki peran penting dalam mendukung tercapainya Program Pembangunan Kesehatan atau Program Indonesia Sehat terutama pilar penguatan pelayanan kesehatan dan Jaminan Kesehatan Nasional. Selain sumber daya manusia dan obat, alat kesehatan merupakan salah satu komponen penting dalam fasilitas pelayanan kesehatan yang mempengaruhi akses dan mutu pelayanan kesehatan yang diberikan, termasuk kepuasan dan keselamat pasien. Oleh karena itu, alat kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan haruslah lengkap serta kondisi maupun fungsinya harus dalam keadaan baik sehingga dapat mendukung pelayanan kesehatan.
Kemandirian alat kesehatan serta terjaminnya produk alat kesehatan dan PKRT yang memenuhi syarat di peredaran harus dapat diwujudkandengan adanya upaya yang komprehensif dan berkesinambungan melalui pengendalian siklus hidup alat kesehatan, yang berarti sejak alat kesehatan tersebut didisain, diproduksi, didistribusi, sampai diterima dan digunakan serta tidak digunakan kembali (disposal), alat kesehatan tersebut harus tetap terkendali persyaratan keamanan, mutu dan manfaatnya.
Kementerian Kesehatan melalui Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan telah memiliki peran/tugas terkait upaya pengendalian alat kesehatan sejak pre market sampai post market melalui kegiatan assessment dan pengawasan, antara lain kegiatan assessment terhadap alat kesehatan sebelum diedarkan (izin edar), pembinaan pengembangan produk alat kesehatan dalam negeri, sertifikasi sarana produksi alat kesehatan dan PKRT, sertifikasi sarana distribusi alat kesehatan, audit CPAKB/CPPKRT/CDAKB, pengawasan (inspeksi) di sarana produksi dan distribusi serta pengawasan produk (sampling, pengawasan iklan dan penandaan).
Upaya pengendalian ini tidak hanya menjadi tanggung jawab Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan, tetapi juga menjadi tanggung jawab bersama semua pihak terkait sesuai kewenangannya, termasuk di tingkat user/pengguna (fasyankes) dengan memperkuat tata laksana Health Technology Assessment (HTA) dan pelaksanaannya dalam seleksi alat kesehatan serta manajemen yang baik mulai dari perencanaan, penganggaran, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian, serta pemeliharaan dan penghapusan. Untuk itu pihak user harus memiliki standar operasional prosedur yang baik dan paham regulasi termasuk ketentuan pemilihan alat kesehatan yang telah mememenuhi persyaratan atau izin edar. Dengan demikian, pengendalian alat kesehatan sesuai dengan siklus alat kesehatan dapat tercapai.
Pengawasan alat kesehatan dan PKRT sebagai bagian dari sumber daya kesehatan dan bagian dari faktor yang mendukung upaya kesehatan, sangat penting dilakukan untuk melindungi masyarakat dari alat kesehatan dan PKRT yang tidak sesuai persyaratan, yang sangat berisiko terhadap kesehatan ataupun keselamatannya.
Untuk mengoptimalkan pelaksanakan kegiatan pengawasan alat kesehatan, dibutuhkan tenaga pengawas yang kompeten. Ditjen Farmalkes melalui Direktorat Pengawasan Alat Kesehatan dan PKRT telah memfasilitasi upaya peningkatan kemampuan tenaga pengawas melalui kegiatan “Pelatihan Pengawasan Alat Kesehatan Non Elektromedik Steril dan Alat Kesehatan Diagnostik In Vitro Di Sarana Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan” yang dilaksanakan tanggal 17 s.d. 21 September 2019 di Java Paragon Hotel & Residences, Surabaya.
Kegiatan yang diikuti oleh 36 peserta daerah yang terdiri dari penanggungjawab program alat kesehatan dan PKRT dari 22 Dinas Kesehatan Provinsi dan 14 Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota di Indonesia, dan 21 peserta pusat secara resmi dibuka oleh Direktur Pengawasan Alat Kesehatan dan PKRT, Ir. Sodikin Sadek, M.Kes.
Pelatihan yang diselenggarakan ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan tenaga pengawas terutama yang telah dilatih pelatihan pengawasan sarana produksi dan distribusi alkes sebelumnya, khususnya tentang sistem manajemen mutu alat kesehatan non elektromedik steril dan diagnostik in vitro. Dengan demikian, diharapkan tenaga pengawas akan mampu mengidentifikasi kekurangan atau kendala dalam sistem manajemen mutu alat kesehatan non elektromedik steril dan alat kesehatan diagnostik in vitro di sarana produksi dan distribusi alat kesehatan serta mampu memberikan bimbingan kepada mereka untuk comply dengan persyaratan keamanan, mutu dan manfaatnya.