Pada Kamis 16 Januari 2014 Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Dra. Maura Linda Sitanggang, Apt., Ph.D diwawancarai oleh RCTI mengenai peredaran obat generik di pasaran.
Dalam wawancara tersebut disinggung mengenai sosialisasi penggunaan obat generik yang sebenarnya sudah dilakukan pemerintah dengan diterbitkannya Permenkes RI No. HK.02.02/Menkes /068/2010 tentang Kewajiban Menggunakan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah.
Kementerian Kesehatan melalui Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan setiap tahun juga melaksanakan berbagai program sosialiasi penggunaan obat generik kepada masyarakat bekerjasama dengan Pemerintah Daerah (Dinas Kesehatan Propinsi/ Kabupaten/Kota).
Program sosialisasi tersebut antara lain adalah penyebaran informasi tentang obat generik melalui berbagai media, antara lain media cetak seperti poster, leaflet, banner, buku saku, dll. Selain itu juga melalui media elektronik seperti program televisi, iklan layanan masyarakat, iklan radio, dan audio visual, bekerjasama dengan berbagai pihak yang terkait. Program pemberdayaan masyarakat melalui edukasi dengan metoda Cara Belajar Insan Aktif (CBIA) kepada tenaga kesehatan dan kader Posyandu, Tim Penggerak PKK, tokoh masyarakat dan unsur masyarakat lainnya. Penyebaran informasi melalui keikutsertaan dalam berbagai Pameran di bidang kesehatan.
Sejauh ini program sosialisasi tersebut cukup efektif dalam meningkatkan pemahaman dan pengetahuan masyarakat tentang obat generik. Namun masih ada kendala yaitu adanya ketidakseimbangan informasi yang diperoleh masyarakat tentang obat, dimana pengetahuan masyarakat yang terbatas menyebabkan masyarakat sangat tergantung kepada tenaga kesehatan dalam pemilihan jenis obat, terutama untuk obat resep (ethical).
Masih ada persepsi yang salah tentang obat generik, dimana obat generik dianggap sebagai obat “murah”, sehingga mutunya diragukan. Padahal hal ini tidak benar, mengingat obat generik bernama dagang memiliki kandungan zat aktif yang sama dengan obat generik
Masih ada persepsi yang salah di masyarakat yang menganggap obat generik adalah “obat orang miskin”, sehingga sebagian masyarakat yang memiliki tingkat ekonomi menengah ke atas, merasa gengsi untuk membeli obat generik dan ada sugesti bahwa obat generik tidak efektif dalam pengobatan.
Dalam hal aturan mengenai harga obat generik dan generik bermerk, sejak tahun 2013, harga obat ditetapkan melalui lelang harga satuan terkecil (E-catalogue). E-catalogue adalah sistem informasi elektronik yang memuat daftar, jenis, spesifikasi teknis dan harga barang tertentu dari berbagai penyedia barang/jasa pemerintah.
Tujuan E-catalogue adalah agar proses pengadaan obat pemerintah lebih transparan, akuntabel, efektif dan efisien, dalam rangka menjamin tersedianya obat yang aman, bermutu dan berkhasiat.
Harga obat generik jauh berbeda dengan obat paten dan generik bermerk hal ini dikarenakan Obat Paten dan Obat Generik bermerek harganya ditentukan oleh mekanisme pasar (Demand-Supply), sedangkan obat generik harganya dikendalikan oleh pemerintah, dengan dikeluarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan tentang Harga Eceran Tertinggi Obat Generik, sehingga terjadi perbedaan harga untuk produk dengan zat berkhasiat sejenis.
Dalam hal pengawasan harga obat generik bermerk di pasaran Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) melakukan monitoring harga obat generik dan generik bermerk di apotik dan rumah sakit.
Jika terdapat penjualan harga obat yang melebihi harga yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan tentang Harga Eceran Tertinggi Obat Generik akan ditindak lanjuti oleh ketentuan yang berlaku.