Aparatur Sipil Negara memiliki kewajiban untuk menjaga integritas kerja termasuk dalam hal menolak terjadinya gratifikasi yang memiliki konflik kepentingan dengan jabatan ataupun kewenangannya. Untuk itu Kementerian Kesehatan telah mengeluarkan Permenkes nomor 14 Tahun 2014 tentang Pengendalian Gratifikasi dan Kepmenkes nomor HK.02.02/Menkes/306/2014 tentang Petunjuk Teknis Pengendalian Gratifikasi.
Guna mensosialisasikan kedua peraturan tersebut, Inspektorat Jenderal melaksanakan workshop pengendalian gratifikasi di Denpasar, Bali pada tanggal 27-30 November 2014 dengan mengundang unit utama, termasuk Ditjen Binfar dan Alkes, serta unit-unit vertikal Kementerian Kesehatan. Acara dibuka oleh Sekretaris Itjen dan diisi oleh materi antara lain oleh Bapak Yudhi Prayudha Ishak serta narasumber dari Komisi Pemberantasan Korupsi
Gratifikasi menurut definisinya adalah pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik yang berhubungan dengan jabatan atau kewenangan.
Menurut Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, gratifikasi wajib dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi dalam waktu 30 (hari) sejak diterima. Penerima gratifikasi dikenai pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah). Guna mendukung pelaporan gratifikasi, Kementerian Kesehatan, telah mengembangkan suatu aplikasi pelaporan gratifikasi yang dapat dipergunakan oleh seluruh aparatur di lingkungan kementerian kesehatan.
Gratifikasi dikategorikan menjadi gratifikasi yang dianggap suap dan gratifikasi yang tidak dianggap suap. Gratifikasi yang dianggap suap meliputi penerimaan namun tidak terbatas pada; marketing fee atau imbalan trasaksional yang terkait dengan pemasaran suatu produk, cashback yang diterima instansi yang digunakan untuk kepentingan pribadi, gratifikasi yang terkait dengan pengadaan barang dan jasa, pelayanan publik dan sponsorship yang terkait dengan pemasaran atau penelitian produk. Sementara gratifikasi yang tidak dianggap suap terdiri dari gratifikasi yang tidak dianggap suap terkait kedinasan dan yang tidak terkait kedinasan seperti yang lebih lanjut tercantum di Kepmenkes no HK.02.02/Menkes/306/2014 tentang Petunjuk Teknis Pengendalian Gratifikasi.
Dalam hal pelaporan gratifikasi, telah dibentuk Unit Pengendali Gratifikasi (UPG) untuk menerima setiap laporan gratifikasi dari Aparatur Kesehatan. Selain UPG Kementerian Kesehatan di tingkat Pusat, berdasarkan Permenkes Nomor 14 Tahun 2014 juga diwajibkan untuk membentuk UPG Unit Utama dan UPG Unit Pelaksana Teknis di masing-masing Satker. Untuk Ditjen Binfar dan Alkes sendiri telah terbentuk UPG Unit Utama Ditjen Binfar dan Alkes yang diketuai oleh Kabag Keuangan. Dalam waktu dekat masing-masing satker diharapkan agar dapat segera membentuk UPG Unit Pelaksana Teknis. Untuk melaporkan gratifikasi, aparatur di Kementerian Kesehatan dapat melapor kepada UPG ataupun melalui aplikasi pelaporan gratifikasi online di web www.itjen.kemkes.go.id.x