Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan telah melakukan upaya-upaya strategis dan inovatif pada periode pembangunan kesehatan 2010-2014 yang lalu. Upaya-upaya tersebut dilaksanakan dengan terstruktur untuk mengatasi tantangan dan mencapai target program yang telah diamanahkan dalam RPJMN maupun Renstra Kementerian Kesehatan. Walaupun terdapat beberapa kelemahan dan timbulnya tantangan baru, saya ingin mengajak Saudara-saudara sekalian untuk mencermati capaian program kita selama 5 tahun terakhir, baik dari sisi produksi dan distribusi, manajemen logistik dan perbekalan kesehatan, sampai kepada pelayanan kefarmasian, demikian yang disampaikan oleh Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Dra. Maura Linda Sitanggang, Apt., Ph.D dalam Rapat Konsultasi Teknis Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian di Hotel Royal Kuningan, 8-11 September 2015.
merupakan salah satu forum Nasional yang diselenggarakan oleh Unit Eselon II Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Forum ini diselenggarakan dalam rangka berkoordinasi dalam hal teknis pelaksanaan dengan pemerintah daerah dan pemangku kepentingan lainnya, seperti organisasi profesi kefarmasian. Forum ini juga untuk mengawali pelaksanaan pembangunan kefarmasian dan alat kesehatan di periode 2015-2019, atau periode RPJMN ke-III dalam pembangunan jangka panjang (2004-2025). Untuk itu, saya ingin menyampaikan tentang Kebijakan dan Pemantapan Pelaksanaan Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan Periode 2015-2019, yang telah termuat dalam RPJMN 2015-2019 (Perpres No. 2 Tahun 2015) dan Renstra Kementerian Kesehatan (SK Menkes No. 52 Tahun 2015).
Dirjen Binfar dan Alkes mengatakan, tantangan yg harus diantisipasi Program dalam periode 2015-2019 adalah disparitas ketersediaan obat antar region, provinsi, dan kabupaten/kota. Salah satu penyebab terjadinya hal ini adalah belum optimalnya pemanfaatan sistem informasi terkait manajemen logistik, misal. e-logistic, pemantauan e-purchasing, sampai dengan pengendalian harga obat. Ketersediaan obat dan vaksin akan dipantau sampai ke tingkat Puskesmas. Selain itu, kualitas manajemen logistik obat dan perbekkes juga menjadi perhatian, mengingat semakin banyak pihak yg menyadari arti penting pengelolaan obat satu pintu (terpadu). Dengan demikian, menjadi hal yg prioritas bagi kita untuk meningkatkan manajemen logistik obat dan perbekkes, terutama di sektor publik.
Periode 2010-2014 juga telah diwarnai dengan meningkatnya penggunaan obat rasional melalui pelayanan kefarmasian yg berkualitas untuk tercapainya pelayanan kesehatan yg optimal. Persentase instalasi farmasi RS yg melaksanakan pelayanan kefarmasian sesuai standar meningkat menjadi 45,9% di tahun 2014 (dari semula 25% di tahun 2010). Penggunaan obat rasional di puskesmas meningkat menjadi 69,9% (semula 56,3%). Hal menunjukkan perbaikan kualitas pelayanan kefarmasian, baik di tingkat fasilitas kesehatan dasar maupun rujukan.
Dalam Rapat Konsultasi Teknis kali ini, diadakan juga beberapa paparan diantaranya adalah paparan mengenai “Peran Serta Masyarakat dalam Peningkatan POR” oleh Prof. Sri Suryawati, paparan mengenai “Seleksi Obat dalam JKN” oleh Prof. Iwan Dwiprahasto, dan paparan mengenai “Mutu Pelayanan Kefarmasian dalam Pelayanan Kesehatan Primer” oleh Dra. A. Adji Prayitno Setiadi, M.S., Apt. Selain paparan, Rakontek Dit Bina Yanfar kali ini juga mengadakan beberapa diskusi panel yang dipimpin oleh Kepala PPSDM, Dirjen BUK, Dir Bina Oblik & Perbekkes, Kepala Puskesmas, Direktur BPJS.