“Penggunaan obat yang mengacu pada Fornas tidak hanya untuk menjamin penggunaan obat secara rasional, namun juga dapat meningkatkan efisiensi biaya obat dan pada akhirnya akan berdampak pada efisiensi biaya pelayanan kesehatan secara menyeluruh”. Demikian disampaikan oleh Kasubdit Standardisasi Dr. Zorni Fadia ketika membacakan sambutan pembukaan Direktur Bina Pelayanan Kefarmasian dalam acara Advokasi Implementasi Fornas Kepada Stake Holder dan Prescriber di Wilayah Barat, yang berlangsung pada tanggal 20 s.d 22 Agustus 2014 di Hotel Goodway Batam, Kepulauan Riau.
Untuk mengoptimalkan Implementasi Fornas dalam penggunaan obat, agar mencapai tujuan penetapannya, diperlukan upaya untuk melakukan sosialisasi dan advokasi kepada dokter/penulis resep di fasilitas pelayanan kesehatan dan Kepala Instalasi Farmasi Rumah Sakit, agar penggunaan obat sesuai Fornas tersebut dapat diterapkan secara optimal.
Kegiatan Advokasi Implementasi Fornas Kepada Stake Holder dan Prescriber di Wilayah Barat dilaksanakan dengan tujuan melakukan advokasi kepada stakeholder di Provinsi/kab/ kota dan Rumah Sakit agar mengimplementasikan Fornas untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dalam pelaksanaan Sistem Jaminan Kesehatan Nasional. Implementasi Fornas juga diharapkan dapat meningkatkan kerasionalan penggunaan obat.
Kegiatan ini dilaksanakan melalui pertemuan dengan 21 orang undangan yang terdiri dari Dinas Kesehatan Provinsi, dokter/penulis resep dan Kepala IFRS dari Rumah Sakit terpilih, dan dokter Kepala Puskesmas terpilih.
Beberapa narasumber yang terlibat dalam kegiatan ini diantaranya adalah Prof. Dr. Iwan Dwiprahasto, M.MedSc., Ph.D, Prof. Dr. Rianto Setiabudy, Sp.FK (K), Dra. Siti Farida, Apt.,Sp.FRS. (Kepala Instalasi RSUD Soetomo), Dr. Erwin Astha Triyono, Sp.PD., KPTI (RSUD Soetomo)
Hasil Pertemuan
Dari hasil kuesioner yang dibagikan kepada peserta dapat disimpulkan bahwa:
1. Mengetahui Informasi tentang Formularium Nasional (Fornas) : 100%
- Melalui Pertemuan Kemenkes sebelum sosialisasi: 82,35%
- Melalui website: 70,58%
- Pertemuan di Dinas Kesehatan Kota: 23,53%
2. Menggunakan e-catalog obat dalam penyediaan obat: 88,24%
3. Kendala dalam pemanfaatan e-catalog sebesar 82,35% antara lain:
- Masih banyak obat yang belum ada dalam e-catalog
- Penambahan item obat dalam e-catalog
- Keterlambatan dalam distribusi ke Instalasi Farmasi
- Proses e-purchasing melalui distributor butuh waktu/lama
- Ada pabrikan yang tidak bisa memberikan harga sesuai e-catalog
- Tidak ada sanksi untuk obat yang tidak datang dari distributor
4. Masalah dalam ketersediaan item obat yang tercantum dalam Fornas:
- Tidak terdapat dalam e-catalog antara lain:
etil klorida semprot (spray), piridoksin, heksifenidil injeksi, oksitosin injeksi, vitamin B1 tablet, kalk
- Tidak ada dalam Fornas, antara lain:
Funarizine, Hufalysine, Hemafort, Gabapentine, HP Pro, Curcuma, Dialac, Pantoprazol, Ambroksol, Gliseril Guaiakolat, Sitikolin, Co-Amoxiclav, Flunarizin, Linkomisin
- Stok obat kosong/kekurangan item obat antara lain:
Diazepam tablet, Salbutamol tablet, Amlodipine, Fenobarbital injeksi, Aminofilin tablet, Fenitoin (injeksi, kapsul 100 mg), Metronidazol infus, Paracetamol tablet, Simvastatin tablet, Tramadol injeksi, vitamin B komplek
- Penjelasan (dalam Fornas) terlalu umum, antara lain:
Lar mengandung lipid, Lar mengandung as. amino, Lar mengandung elektrolit, Lar mengandung karbonit
5. Yang menggunakan obat di luar Fornas: 38,46%
6. Masalah dalam ketersediaan obat yang tercantum dalam Fornas terkait dengan dukungan dari pimpinan/managemen sebesar 50%, antara lain:
- Obat yang diperlukan kurang atau tidak tersedia
- Pengadaan obat yang lama
- Ada kebijakan tapi tidak menemukan solusi yang jelas
- Pembelian melebihi anggaran yang ada
7. Kendala lain dalam penerapan Fornas
- Beberapa item obat dalam Fornas tetapi tidak ada generiknya di pasaran, sehingga harga menjadi lebih mahal
- Beberapa item obat dibutuhkan di rumah sakit tetapi tidak terdapat dalam Fornas
- Pemberian obat Alprazolam kepada pasien harus diresepkan oleh Dokter Spesialis Jiwa dan Internis Psikosomatik, sementara obat ini juga dibutuhkan oleh SMF lain, seperti: Dokter Spesialis Jantung, Internis Umum atau dokter spesialis lainnya
- Pemakaian dari Parasetamol infus, dibatasi hanya untuk pasien ICU yang memerlukan antipiretik berkelanjutan, sementara obat ini juga diperlukan bagian Penyakit Dalam, Jantung dan bagian lainnya
- Pemakaian Ondansetron tablet dan injeksi hanya dibatasi untuk pencegahan mual dan muntah pada kemoterapi dan radioterapi, sementara banyak juga dibutuhkan oleh bagian lain, seperti Internis, dan injeksinya di bagian OK yang kasusnya tidak pada kemoterapi atau radiologi
- Pemakaian obat untuk kasus epilepsi, dipakai obat asam valproat sesuai dengan yang ada di Fornas, ternyata di pasaran tidak ada sediaan asam valproat, yang ada sediaan dalam bentuk nama dagangnya dan obat tersebut belum tercantum dalam e-catalog 2013 seperti Depakene
- Banyak perusahaan penyedia tidak menyanggupi permintaan pemusnahan obat
8. Saran untuk pengembangan Fornas
- Agar item obat yang ada di Fornas, juga tersedia itemnya pada daftar e-catalog
- Agar item obat yang benar-benar dibutuhkan di fasyankes dasar dan fasyankes rujukan ada dalam Fornas dan mudah dalam implementasinya
- Sosialisasi kepada tenaga medis sampai ke tingkat Puskesmas masih kurang agar menggunakan Fornas dan DOEN
- Meninjau kembali obat yang tercantum dalam Fornas
- Menambah obat yang tercantum dalam Fornas
- Ketersediaan obat di Puskesmas harus tersedia untuk 144 jenis penyakit
- Meninjau kembali pabrikan pemenang tender, agar menyediakan obat sehingga tidak terjadi kekosongan obat
- E-catalog diharapkan pengadaan obat lebih cepat.
9. Dari 6 RS yang hadir, semua sudah memiliki KFT : 100%
10. RS yang sudah memiliki Formularium Rumah Sakit (FRS): 67%
11. Fornas telah digunakan sebagai acuan dalam penyusunan FRS: 67%
12. Pihak yang terlibat dalam penyusunan FRS (Instalasi Farmasi RS bersama KFT) 83,33%
13. Referensi yang digunakan dalam penyusunan FRS meliputi: DOEN, Fornas, Formularium Spesialistik, DPHO, buku standar yang lain
14. Yang telah menggunakan SIM RS: 16,67%
15. Proporsi obat Fornas dalam FRS rata-rata: 78,65%
17. Proporsi obat DOEN dalam FRS rata-rata: 73,8%
18. Jumlah item obat yang tersedia dalam fasilitas kesehatan Tingkat I di kab/kota: 74,9%