Kementerian Kesehatan, khususnya Ditjen Binfar dan Alkes, patut merasa berbangga karena telah sukses menyelenggarakan The 30th Meeting of ASEAN Working Group on Pharmaceutical Development (AWGPD) pada tanggal 9-11 Juni 2015. Acara yang dilaksanakan setiap tahun ini diadakan di Hyatt Hotel Yogyakarta dan dihadiri oleh anggota-anggota Negara ASEAN dari Indonesia, Brunei Darussalam, Kamboja, Laos, Malaysia, Flipina, Singapura, Thailand dan Vietnam. Pertemuan juga dihadiri oleh ASEAN Secretariat dan WHO. AWGPD ke-30 ini dipimpin oleh Direktur Bina Pelayanan Kefarmasian, Drs.Bayu Tedja Muliawan, Apt, M.Pharm.
“Kami menyadari bahwa tujuan utama dari kerjasama ini adalah untuk menjamin akses ke pelayanan kesehatan, obat dan alat kesehatan yang terjangkau dan untuk mempromosikan gaya hidup sehat ke rakyat ASEAN. Untuk mencapai tujuan ini, beberapa program telah dilaksanakan. Keterlibatan pembuat kebijakan diperlukan untuk meningkatkan perkembangan kefarmasian. Integrasi pelayanan kefarmasian dalam sistem kesehatan diperlukan untuk mendukung kualitas pelayanan kesehatan pada semua tingkatan.
Pembangunan bidang kefarmasian harus memiliki dampak yang baik pada kesehatan masyarakat dan pendekatan yang komprehensif yang melibatkan sektor non kesehatan dan harus didukung oleh lembaga kemasyarakatan, pihak swasta dan masyarakat itu sendiri” demikian disampaikan oleh Dirjen Binfar dan Alkes, Dra. Maura Linda Sitanggang, PhD pada pembukaan The 30th Meeting of ASEAN Working Group on Pharmaceutical Development.
“Indonesia telah mengembangkan Formularium Nasional pada tahun 2013 sebagai referensi untuk pemakaian obat dalam rangka implementasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Indonesia juga meningkatkan kerangka regulasi sebagai pedoman untuk reformasi kefarmasian dalam era Jaminan Kesehatan Nasional. Masih banyak tantangan ke depan, seperti Antimicrobial Agent Resistance, masalah obat palsu dan peningkatan kapasitas. Namun dengan memperkuat kerjasama dan sinergi antara negara-negara ASEAN, tantangan akan lebih mudah dihadapi” lanjut Dirjen Binfar dan Alkes.
Agenda yang dibahas antara lain mengenai implementasi dari ASEAN Work Plan on Pharmaceutical Development antara lain The 3rd Standard of ASEAN Herbal Medicine , Program pengembangan untuk meningkatkan Jaminan Mutu dan Metode Pemeriksaan Non Farmakope, peningkatan kapasitas Farmakovigilans, Penggunaan Obat Rasional, Studi kolaborasi Resistensi Antimikroba serta ASEAN Forum on Pharmaceutical Care.
Indonesia usulkan Assesment Tools Pelayanan Kefarmasian
Dalam kesempatan ini Indonesia berkesempatan untuk memaparkan mengenai ASEAN Forum on Pharmaceutical Care and its Effective in ASEAN. Indonesia telah sukses mengadakan ASEAN Forum on Pharmaceutical Care and its Effective Implementation in ASEAN on 6-9 November 2013 in Jakarta, Indonesia. Rekomendasi dari kegiatan tersebut telah dipresentasikan pada 29th AWGPD Meeting in Siem Reap Cambodia pada tahun 2014, dan dalam pertemuan tersebut telah menyetujui persyaratan minimal untuk pelaksanaan pelayanan kefarmasian di ASEAN.
Karena belum tersedia informasi awal mengenai situasi pelaksanaan pelayanan kefarmasian, forum menyetujui untuk mengadakan assessment tentang situasi pelaksanaan pelayanan kefarmasian di Negara ASEAN. Dalam 9th SOMHD Meeting di bulan Juni 2014 mencatat draft rekomendasi tentang pelayanan kefarmasian untuk difinalkan pada saat AWGPD. Sementara assessment pelayanan kefarmasian akan disirkulasikan dan diharapkan ada masukan dari Negara ASEAN lainnya sebelum 1 Agustus 2015.
Dalam draft ASEAN Forum on Pharmaceutical Care and its Effective Implementation in ASEAN, disebutkan bahwa Standard pelayanan kefarmasian minimal terdiri dari pelayanan informasi obat, manajemen terapi pengobatan (review pengobatan dan ward round), farmakovigilans dan evaluasi penggunaan obat. Farmasi klinis merupakan kegiatan dan pelayanan yang dilaksanakan oleh farmasis klinis untuk mengembangkan dan mempromosikan penggunaan obat dan alat kesehatan yang benar. Pelayanan Farmasi klinis bertujuan untuk meningkatkan efek klinis obat, contohnya dengan menggunakan pengobatan yang paling efektif untuk setiap tipe pasien, meminimalkan resiko efek samping penggunaan obat dan meminimalkan biaya pengobatan.
Penggunaan Obat yang Rasional
Rational Use of Medicines (RUM) atau Penggunaan obat yang rasional merupakan agenda prioritas dalam ASEAN Work Plan on Pharmaceutical Development tahun 2011-2015. Pelaksanaan RUM semakin dituntut ketika Negara ASEAN menghadapi tantangan yang meningkat untuk pelayanan kesehatan yang berkualitas, meningkatnya penyakit menular dan tidak menular, meningkatnya populasi dan permintaan yang tinggi untuk obat-obat baru serta adanya kemajuan teknologi kesehatan.
Filipina memimpin studi terkait ASEAN RUM Study untuk Negara-negara ASEAN dimana studi ini merupakan sub komponen rencana kerja AWGPD untuk mengevaluasi dampak pelayanan kefarmasian untuk masyarakat dan meningkatkan akses terhadap obat-obatan berkualitas dan pelayanan kefarmasian. Dalam studi ini, diketahui bahwa Negara-negara ASEAN telah konsisten mengeluarkan Daftar Obat Esensial dimana pemilihan obat esensial dilaksanakan melalui komite formal. Negara-negara ASEAN juga telah membuat dasar legal dalam perizinan tenaga kefarmasian serta telah mewajibkan penggunaan obat dengan nama generic pada pelayanan kesehatan.
Pada pertemuan ini Filipina telah mendistribusikan laporan ASEAN RUM Study untuk dimintakan feedback dari Negara Negara ASEAN sehingga bisa secepatnya difinalisasikan
Secara keseluruhan, pelaksanaan AWGPD ini berjalan sukses dan lancar. Di hari ketiga, delegasi diajak untuk melakukan field trip ke Candi Prambanan untuk mengenal lebih dekat objek wisata Indonesia. Sesuai kesepakatan, pelaksanaan AWGPD ke-31 Tahun 2016 akan dilaksanakan di Laos.