Pertemuan yang dihadiri oleh perwakilan Dinas Kesehatan Provinsi di Indonesia serta beberapa Perwakilan Rumah Sakit Umum Daerah ini bermaksud menjembatani permasalahan terkait kebutuhan dan kekosongan obat yang ada di daerah termasuk juga di rumah sakit milik pemerintah daerah dengan ketersediaan obat yang ada di industri farmasi. Industri Farmasi harus melakukan tindakan-tindakan yang cepat dalam meresponi adanya kekosongan/kekurangan obat di satu atau beberapa tempat/daerah.
Beberapa kegiatan yang dilakukan pertemuan ini diantaranya: Monitoring dan Evaluasi Penginputan Data Apoteker di e-report Industri Farmasi, Pemaparan Kebijakan Perizinan Sarana Produksi dan Distribusi Kefarmasian oleh Direktorat Deregulasi Perizinan Berusaha Kementerian Investasi/BKPM, Pemaparan Kebijakan Pengadaan Katalog Konsolidasi Obat Tahun 2024 oleh Kepala Biro Barang dan Jasa Kemenkes, Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Obat
ber-TKDN Tingkat Provinsi Jawa Barat, serta sharing session terkait Penerapan e-Purchasing dan Kekosongan Obat pada RSUD Abdoel Moeloek Provinsi Lampung dan RSUPN Cipto Mangunkusumo (RSCM).

Dalam sambutannya Direktur Produksi dan Distribusi Kefarmasian Dita Novianti Sugandi Argadiredja, S.Si, Apt., MM mengatakan, dalam upaya meningkatkan ketahanan kefarmasian Kementerian Kesehatan telah menerbitkan Kepmenkes No. HK.01.07/MENKES/1333/2023 tentang Peningkatan Penggunaan Sediaan Farmasi yang Menggunakan Bahan Baku Dalam Negeri, yang mengatur bahwa Pengadaan barang/jasa pemerintah pusat dan daerah serta institusi swasta via e-katalog harus mengutamakan sediaan farmasi dengan bahan baku dalam negeri yang memiliki nilai TKDN paling sedikit 52% untuk obat dan obat tradisional, paling sedikit 70% untuk vaksin dan serum.
Sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, Kementerian Kesehatan terus berupaya untuk meningkatkan ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan obat. Upaya tersebut tertuang dalam pilar ketiga transformasi kesehatan yaitu ketahanan kefarmasian dan alat kesehatan. Untuk meningkatkan ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan obat yang dibutuhkan dalam upaya kesehatan diperlukan suatu kerjasama dan kolaborasi antara pemerintah pusat dan daerah.
Kementerian Kesehatan terus berupaya dalam meningkatkan ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan obat. Salah satunya melalui monitoring rencana produksi dan realisasi produksi obat setiap triwulan. Pada pertemuan ini kami bermaksud menjembatani kebutuhan dan kekosongan obat yang ada di daerah termasuk juga di rumah sakit miliki pemerintah daerah dengan ketersediaan obat yang ada di industri farmasi. Industri Farmasi harus melakukan tindakan-tindakan yang cepat dalam meresponi adanya kekosongan/kekurangan obat di satu atau beberapa tempat/daerah.
“Kekosongan obat terjadi karena berbagai kendala, salah satunya adalah kurang meratanya distribusi obat. Oleh karenanya, monitoring ketersediaan obat harus selalu dan terus dilakukan oleh PBF dan Industri Farmasi” ungkap Dita Novianti.