Kesehatan adalah hak asasi manusia dan setiap penduduk berhak mendapatkan pelayanan kesehatan yang optimal sesuai dengan kebutuhan tanpa memandang kemampuan membayar.
UU No. 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) menyatakan bahwa upaya untuk mendukung jaminan kesehatan masyarakat semesta (Universal Coverage) juga meliputi upaya untuk menjamin aksesibilitas terhadap obat. Sedangkan menurut UU No. 36/2009 tentang Kesehatan, aksesibilitas terhadap obat, terutama obat esensial generik dijamin oleh pemerintah.
Terkait dengan pelaksanaan SJSN, dibutuhkan suatu acuan dan pedoman bagi penggunaan obat esensial yang dibutuhkan di RS dan sarana pelayanan kesehatan lainnya, dengan mempertimbangkan aspek manfaat dan keamanan (benefit-risk ratio); mutu dan stabilitas; kepraktisan dalam penggunaan, penyerahan, penyimpanan dan pengangkutan; serta rasio manfaat-biaya (benefit-cost ratio) yang paling menguntungkan, dalam rangka untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi penggunaan obat.
Pada saat ini telah terbit Formularium Nasional 2015 yang digunakan sebagai acuan dalam pelayanan kesehatan di seluruh fasilitas kesehatan, baik fasilitas kesehatan tingkat pertama, maupun fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan.
Adanya panduan yang berbeda-beda dalam penggunaan obat merupakan salah satu faktor yang menyebabkan tingginya biaya pelayanan kesehatan khususnya untuk obat. Hal itu membutuhkan kebijakan pemerintah dan acuan secara Nasional agar tercapai efektivitas dan efisiensi dalam penggunaan obat.
Untuk itu pada tahun 2017 dilaksanakan revisi Formularium Nasional 2015 dalam rangka peningkatan penggunaan obat rasional sebagai kendali mutu dan kendali biaya pada pelayanan kesehatan di era JKN. Adapun tujuan kegiatan ini adalah menyediakan acuan nasional bagi RS dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya yang melaksanakan SJSN, menyediakan acuan bagi tenaga medis untuk menetapkan pilihan obat yang tepat, paling efficacious, dan aman, dengan harga yang terjangkau, mendorong penggunaan obat secara rasional sesuai standar, sehingga pelayanan kesehatan lebih bermutu dengan belanja obat yang terkendali (cost effective), mengoptimalkan pelayanan kesehatan yang efektif dan efisien kepada masyarakat, dan memudahkan perencanaan dan penyediaan obat di Rumah Sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya sesuai dengan kebutuhan.
Kegiatan ini dilaksanakan melalui pertemuan dengan Komite Nasional Penyusunan Fornas 2017 bersama dengan Para Klinisi, perwakilan Organisasi Profesi serta pengelola program terkait di lingkungan Kemenkes.
Peserta pertemuan yang diminta masukan dan pendapatnya dalam pembahasan usulan obat Fornas terdiri dari Dirjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan, para Eselon II di lingkungan Ditjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan, pakar kedokteran dan kefarmasian dari perguruan tinggi (UI, UGM, UNAIR, ITB dan lain-lain), praktisi kedokteran dan kefarmasian dari RS (RSCM, RS Soetomo, RSHS, RS Karyadi, RS Dharmais, RS Fatmawati, dan lain-lain) dan Puskesmas, organisasi Profesi (IAI, IDI, IDAI, PAPDI, PERDAMI, PERHATI-KL, HISFARSI, PERHOMPEDIN, PERKI, PERDOSSI, PERDOSKI dan lain-lain), Dinas Kesehatan Prov/Kab/Kota, pengelola program terkait di lingkungan Kemenkes (Direktorat di lingkungan Ditjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Ditjen Pelayanan Kesehatan, PPJK, PPPL, Biro Hukum, dan lain-lain) dan Dit. Pelayanan Kefarmasian sebagai penyelenggara.