Jakarta, 27 Oktober 2025.
Bertempat di The Westin Jakarta, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia melalui Direktorat Jenderal Farmasi dan Alat Kesehatan dan Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan, bekerja sama dengan Coalition for Epidemic Preparedness Innovations (CEPI) menyelenggarakan rangkaian kegiatan guna mendukung implementasi 100 Days Mission (100 DM) di Indonesia dan regional Asia Tenggara.
Kegiatan diawali dengan pertemuan Regional Consultative Meeting on the 100 Days Mission and Equitable Access for Vaccine Development and Manufacturing, yang menghimpun negara-negara anggota ASEAN, lembaga internasional, akademisi, industri, serta organisasi untuk memperkuat kerja sama regional dalam mempercepat pengembangan dan memastikan akses vaksin yang merata.
CEO CEPI Dr. Richard Hatchett, menjelaskan bahwa inisiatif 100 Days Mission didukung oleh negara-negara G7 dan G20 untuk mempercepat pengembangan vaksin menghadapi ancaman patogen baru dalam waktu secepat 100 hari. Hal ini sekitar sepertiga waktu yang dibutuhkan untuk mengembangkan vaksin COVID-19 yang pertama. Respons global yang lebih cepat terhadap virus mematikan baru akan membantu menanggulangi wabah sebelum berkembang menjadi pandemi.
“Pelajaran dari pandemi COVID-19 menunjukkan pentingnya kesiapan global. Jika kapabilitas 100 Days Mission telah dimiliki pada tahun 2020, 8,3 juta kematian dan kerugian ekonomi triliunan dolar dapat dicegah,” ungkap Richard.
Dalam sambutan pembukaannya, Menteri Kesehatan RI, Budi G. Sadikin, menegaskan pentingnya kemandirian dalam menghadapi ancaman pandemi melalui penguatan kemampuan produksi vaksin.
“Dalam krisis kesehatan, kita sering melihat kenyataan pahit bahwa yang paling rentan justru paling terakhir mendapatkan vaksin. Kemandirian menjadi kunci agar setiap negara mampu memproduksi dan mendistribusikan produk kesehatannya sendiri,” ujar Menkes.
Pertemuan ini dihadiri oleh perwakilan dari Kamboja, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, dan Timor Leste, serta lembaga internasional seperti UNICEF, GISAID, UK-SEA Vaccine Hub, dan ASEAN Secretariat.
Staf Ahli Bidang Politik dan Globalisasi Kesehatan, Bonanza Perwira Taihitu, menutup pertemuan dengan menyampaikan apresiasi atas partisipasi seluruh delegasi dan dukungan CEPI dalam memperkuat ketahanan vaksin di kawasan.
“Kita memiliki visi bersama membangun sistem regional yang lebih cepat, lebih adil, dan lebih kuat untuk melindungi setiap negara dan komunitas di masa depan,” ujar Bonanza.

Setelahnya, kegiatan dilanjutkan dengan penyelenggaraan Table Top Exercise (TTX) “100 Days Mission Indonesia” Kick off Meeting yang merupakan bagian dari upaya peningkatan kesiapsiagaan dalam menghadapi potensi pandemi di masa mendatang, serta menjadi langkah awal pembentukan konsorsium nasional 100 Days Mission (100 DM) Indonesia.
Konsorsium akan bekerja sama dalam merencanakan dan melaksanakan rangkaian exercise (dimulai dari high level TTX) untuk mengidentifikasi tantangan yang mungkin timbul dalam pengembangan vaksin darurat yang cepat di Indonesia serta mengidentifikasi peluang untuk memperkuat kesiapan 100 DM secara kolaboratif
Kegiatan ini didukung oleh CEPI dan dihadiri oleh perwakilan dari lembaga pemerintah, akademisi, dan industri, antara lain BPOM, BRIN, Bio Farma, Etana, Biotis, ITB, UI, UNAIR, UGM, dan UNPAD serta lintas program di Kementerian Kesehatan.
Direktur Jenderal Farmasi dan Alat Kesehatan L. Rizka Andalusia, dalam sambutannya menyampaikan bahwa kegiatan ini menjadi momentum penting untuk memperkuat sinergi lintas sektor dalam mempercepat kesiapan pengembangan vaksin di Indonesia.
“Kita perlu menyamakan visi dan misi agar Indonesia mampu memiliki kandidat vaksin dalam waktu 100 hari setelah munculnya ancaman wabah baru,” ujar Rizka.
Kegiatan ini menjadi kick-off meeting rencana pembentukan konsorsium nasional 100 Days Mission Indonesia, yang melibatkan empat pilar utama yaitu Biosurveillance, detection, and characterization; Regulatory affairs and policy; Clinical trials; serta Manufacturing and production readiness.
CEO CEPI, Dr. Richard Hatchett menekankan pentingnya kerja sama lintas negara dalam riset, manufaktur dan regulasi agar kawasan Asia Tenggara dapat lebih tangguh menghadapi ancaman kesehatan global di masa depan.
Melalui sesi diskusi, peserta menyepakati empat area prioritas yang akan menjadi fokus penguatan, yaitu pengembangan kerangka regulasi yang tangkas, penguatan sistem peringatan dini dan otorisasi darurat, membangun kapasitas/infrastruktur kecerdasan buatan yang tangguh untuk desain vaksin dan manajemen uji klinik, serta peningkatan infrastruktur biosafety dan biosecurity nasional.
Dirjen Farmalkes menegaskan bahwa hasil TTX yang pertama ini akan menjadi dasar dalam penyusunan rencana tindak lanjut, termasuk identifikasi penanggung jawab kegiatan dan penyusunan timeline implementasi di empat area prioritas tersebut.
“Kemenkes memiliki tanggung jawab untuk memastikan distribusi vaksin dan teknologi kesehatan berjalan cepat, aman, dan merata, baik dalam kondisi normal maupun darurat. Melalui kolaborasi dengan CEPI, Indonesia memperkuat ketahanan farmasi dan alat kesehatannya,” ujar Dirjen.




















