“Peran Apoteker sangat dibutuhkan di fasilitas kesehatan dalam memberikan pelayanan kefarmasian sebagai salah satu tenaga kesehatan yang profesional. Akan tetapi kondisinya sekarang, hampir sebagian besar puskesmas di Indonesia belum Ada Apoteker. Tugas-tugas yang berhubungan dengan obat, baik pengelolaan maupun pelayanan obat, belum dilaksanakan oleh Apoteker” demikian disampaikan oleh Sekretaris Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Drs. Purwadi, Apt, MM, ME ketika membacakan sambutan Direktur Bina Pelayanan Kefarmasian pada acara Koordinasi Lintas Sektor Dalam Rangka Peningkatan Mutu Pelayanan Kefarmasian yang digelar pada tanggal 8 s.d 10 Oktober 2014, di Nagoya Mansion Hotel & Residence Batam, Kepulauan Riau.
Lebih lanjut Sesditjen Binfar dan Alkes menyatakan bahwa pengelolaan obat selama ini dikerjakan oleh tenaga kesehatan lain, atau tenaga lain yang tidak berkompeten di bidangnya, sehingga dapat menyebabkan terjadi penumpukan obat yang sudah kadaluarsa di puskesmas. Hal ini dikarenakan permintaan obat tidak sesuai dengan pola penyakit, sehingga dapat mengakibatkan kerugian negara yang sangat besar.
Berdasarkan Undang-undang No 36 tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 108 dan PP No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian telah disebutkan bahwa praktik kefarmasian harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, yaitu Apoteker.
Padahal sejalan dengan perubahan paradigma dari drug oriented menjadi patient oriented, Apoteker ikut berperan penting dalam mendukung patient safety. Apoteker harus turut serta dalam melaksanakan pelayanan kefarmasian yang langsung pada pasien. Dengan adanya perubahan paradigma pelayanan kefarmasian dari drug oriented menjadi patient oriented tersebut, serta diperlukannya apoteker dalam mendukung pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional, maka apoteker sebagai tenaga profesi kefarmasian mempunyai tanggung jawab memberikan pelayanan kefarmasian yang baik.
Pertemuan ini bertujuan untuk mendukung peningkatan mutu pelayanan kesehatan melalui pelayanan kefarmasian serta membahas peran penting Apoteker sebagai penanggung jawab pelayanan kefarmasian di Puskesmas.
Hasil Kesepakatan
1. DINKES KAB/KOTA
- Membuat pemetaan kebutuhan Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK) yang disertai dengan analisa jabatan dan analisa beban kerja di puskesmas kepada kepala daerah melalui BKD kab/kota.
- Mengusulkan ke dinkes provinsi mengenai kebutuhan pembiayaan tugas belajar untuk TTK dalam rangka melanjutkan pendidikan Apoteker.
- Mengusulkan kebutuhan Apoteker dan TTK sebagai PNS atau pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) mulai tahun 2015.
2. BKD KAB/KOTA
- Menindaklanjuti usulan kebutuhan tenaga Apoteker dan TTK dari dinkes kab/kota ke KemenPAN-RB dan BKN.
3. DINKES PROVINSI
- Menindaklanjuti hasil kompilasi usulan pemetaan kebutuhan Apoteker dan TTK di puskesmas dari dinkes kab/kota ke Kemenkes
- Advokasi/Supervisi kepada dinkes kab/kota tentang kesiapan Dinkes Kab/Kota membuat Analisa Jabatan dan analisis beban kerja Apoteker dan TTK di Puskesmas
4. BKD PROVINSI
- Mengkoordinasikan dan memfasilitasi usulan kebutuhan tenaga Apoteker dan TTK di puskesmas dari dinkes provinsi ke KemenPAN-RB dan BKN
5. IKATAN APOTEKER INDONESIA (IAI)
- Meningkatkan profesionalisme Apoteker dalam pelayanan kefarmasian di komunitas (puskesmas, klinik dan apotek)
- Meningkatkan komunikasi antara PP, PD, PC IAI dalam pemberian rekomendasi SIPA/SIKA
- Berkoordinasi dengan Komite Farmasi Nasional (KFN) dalam penyusunan MoU dengan perguruan tinggi/PKPA untuk berpraktek di puskesmas
6. KEMENTERIAN KESEHATAN
- Menindaklanjuti usulan kebutuhan tenaga Apoteker dan TTK di puskesmas dari seluruh dinkes provinsi sebagai bahan perumusan NSPK
- Melakukan advokasi ke KemenPAN-RB dan BKN agar apoteker menjadi salah satu tenaga yang diprioritaskan dalam penyusunan formasi tenaga kesehatan di puskesmas sesuai dengan Permenkes tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Puskesmasàkoordinasi dengan Pusrengunakes BPPSDMK