Kementerian Kesehatan melanjutkan rangkaian pertemuan bidang kesehatan di G20 dengan agenda Health Working Group (HWG) ke-3 yang dilaksanakan pada 22-23 Agustus 2022 di Bali dengan tema “Expanding global manufacturing and research hubs for pandemic, prevention, preparedness, and response,”.
Kegiatan yang secara resmi dibuka oleh Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin dan dilaksanakan secara hybrid ini merupakan upaya bersama tingkat global dalam upaya pencegahan, kesiapsiagaan, dan respons dalam menghadapi pandemi yang akan datang.

Sepanjang tahun ini, G20 telah membahas cara-cara untuk dapat memperkuat arsitektur kesehatan global, dengan 3 agenda utama yakni Memperkuat Ketahanan Sistem Kesehatan Global, Menyelaraskan Standar Protokol Kesehatan Global, dan Memperluas Manufaktur Global dan Pusat Penelitian untuk Pencegahan, Kesiapsiagaan, dan Respon pandemi yang akan datang.
Tiga keluaran utama pada HWG ke-3 ini adalah; Pertama, untuk membangun pusat manufaktur vaksin, terapi, dan alat diagnostik (VTD) dan pusat penelitian kolaboratif guna mendukung pengembangan dan penguatan kapasitas manufaktur VTD yang digerakkan oleh penelitian di Low Middle Income Countries (LMICs) untuk mengembangkan, meningkatkan, dan memperkuat kapasitas penelitian dan manufaktur.
Kedua, untuk berbagi mekanisme dan harmonisasi regulasi untuk memudahkan proses peningkatan kapasitas global guna memastikan percepatan ketersediaan VTD selama keadaan darurat kesehatan masyarakat.
Ketiga, untuk mendapatkan prinsip yang dapat disepakati tentang pembentukan kolaborasi Uji Klinis Multisenter VTD untuk mendukung Pusat Manufaktur dan Pusat Penelitian Kolaboratif di antara negara-negara G20 guna upaya pencegahan, kesiapsiagaan, dan respons atas pandemi.

Menkes menyampaikan hal yang ini disuarakan melalui pertemuan HWG ke-3 ini adalah equality, yakni prinsip-prinsip equality dalam riset dan produksi. Karena pada saat pandemi ini terjadi kalau kita tidak memiliki kapasitas yang merata di seluruh dunia pandemi itu tidak akan selesai.
“Sehingga konsepnya adalah seluruh umat manusia di Indonesia harus diobati, atau prinsipnya menjadi pandemi one for all, all for one. Itu maksud utama kita yang ingin kita sampaikan, jadi kalau kita punya kapasitas riset dan kapasitas manufaktur maka akses bisa dilakukan oleh negara lain, karena tidak mungkin satu negara saja bisa menyelesaikan pandemi yang sifatnya global karena penularan terjadi lintas negara,” ucap Menkes.
Dirjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan L. Rizka Andalucia selaku Ketua Pertemuan Health Working Group ke-3 (HWG 3) mengatakan banyak delegasi yang menyatakan bahwa dukungan organisasi internasional sangat penting dalam meningkatkan kapasitas penelitian dan manufaktur selama pandemi.

Beberapa potensi kerja sama yang telah teridentifikasi dalam pertemuan G20 antara lain seperti kerja sama dengan pusat pelatihan biomanufaktur global peningkatan kapasitas terkait manufaktur dan riset, upaya kolaborasi riset, berbagi data riset, kemitraan publik-swasta untuk penelitian dan ekosistem manufaktur.
Dirjen Farmalkes mengakui kesiapan Argentina, Brasil, India, Afrika Selatan, Arab Saudi, dan Turki bersama-sama dengan Indonesia, serta mengajak negara-negara G20 lainnya dan organisasi internasional untuk bergabung dan berpartisipasi aktif dalam kemitraan ini.
Lebih lanjut Dirjen menyampaikan salah satu upaya yang memerlukan dukungan global organisasi internasional di antaranya terkait misi 100 hari kesiapsiagaan vaksin yang mencakup koordinasi pendanaan dan transfer teknologi antar negara, namun bukan hanya kesiapsiagaan vaksin yang harus dilakukan melainkan kesiapsiagaan yang mencakup alat diagnostik, tindakan terapeutik, dan menghubungkannya dengan One Health sebagai bentuk misi berkelanjutan di luar 100 hari pertama tersebut.
Pembahasan lebih rinci terkait peningkatan kapasitas penelitian dan manufaktur terkait vaksin, terapeutik, dan diagnostik akan dilakukan pada pertemuan teknis sebelum pertemuan menteri kesehatan (HMM) G20 ke-2 pada Oktober 2022.