Indonesia memiliki sumber daya alam yang besar, terutama dalam pengembangan obat tradisional. Dibekali dengan hutan tropis sekitar 143 juta hektar, dan diperkirakan mempunyai 28 ribu spesies tumbuhan dan rumah dari 80 persen tumbuhan obat dunia, Indonesia memiliki lebih dari 2.800 spesies tumbuhan obat, di mana sudah menghasilkan lebih dari 32.000 ramuan obat tradisional yang sudah dimanfaatkan.
Sumber daya yang dimiliki Indonesia tidak sebatas bahan alam, tetapi juga rangkaian fasilitas pelayanan kesehatan dan tenaga medis-tenaga kesehatan, serta perguruan tinggi-lembaga riset dan peneliti, menjadi komponen penting dalam pengembangan obat tradisional. Tidak hanya itu, sistem pembiayaan kesehatan nasional juga semakin terkonsolidasi dengan cakupan kepesertaan JKN yang mencapai 270 juta penduduk, menjadikannya sebagai potensi pasar yang kondusif bagi pengembangan obat tradisional.
Pengembangan obat tradisional menjadi penting untuk diperkuat, terutama dengan melihat betapa besar kontribusi obat tradisional dalam penanganan pandemi COVID-19. Studi Balitbangkes mencatat 79 persen masyarakat mengkonsumsi obat tradisional selama masa pandemi untuk meningkatkan daya tahan tubuh. Selain itu, kategori obat tradisional berupa fitofarmaka juga digunakan dalam terapi farmakologi sesuai Pedoman Tata Laksana Klinik COVID-19 di fasilitas kesehatan, yang menunjukkan pengakuan terhadap pentingnya obat tradisional.
Saat ini pembangunan kesehatan digelorakan pada Transformasi Sistem Kesehatan untuk mempercepat peningkatan kapasitas sistem kesehatan dalam mewujudkan masyarakat yang sehat, produktif, mandiri dan berkeadilan. Sebagai bagian dari transformasi sistem ketahanan kesehatan, pembangunan kesehatan akan diarahkan pada penguatan produksi dalam negeri sediaan farmasi dan alat kesehatan, termasuk obat tradisional.
Sejalan dengan hal tersebut, bertempat di Alana Hotel, Yogyakarta, Ditjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kemenkes melalui Direktorat Ketahanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan mengadakan pertemuan Fasilitasi Hilirisasi Pengembangan dan Penggunaan Obat Tradisional pada 12 Juni 2023.
Pertemuan yang dilaksanakan secara hybrid ini diikuti oleh perwakilan dari RS. Dr. Sardjito, RSUP Prof. dr. I.G.N.G. Ngoerah, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (BBP2TOOT) Tawangmangu, Asosiasi dan Perhimpunan Dokter, Industri Farmasi dan Industri Obat Tradisional, serta Kementerian/Lembaga terkait.
Direktur Ketahanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan Roy Himawan menyampaikan pertemuan ini bertujuan untuk membentuk forum research-to-business matching dalam rangka kemandirian obat tradisional dan mengidentifikasi riset obat tradisional di rumah sakit yang potensial untuk dihilirisasi.
Di bidang penguatan produksi obat tradisional, termasuk fitofarmaka, upaya ketahanan diarahkan untuk mewujudkan sinergi Akademisi-Bisnis-Pemerintah-Masyarakat dalam pengembangannya, sehingga terwujud ekosistem industri yang kondusif. Kemenkes telah merumuskan dan melaksanakan beberapa rencana aksi dalam mencapai hal tersebut, di mana telah dilaksanakan pemenuhan standar bahan baku obat tradisional, mendorong industri obat tradisional untuk dapat mengembangkan produk fitofarmaka, serta edukasi dan sosialisasi penggunaan fitofarmaka di pelayanan kesehatan.
Dirjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan L. Rizka Andalusia menyampaian terdapat beberapa strategi rencana aksi dalam pengembangan obat tradisional, salah satunya melalui pertemuan yang memfasilitasi hubungan antara peneliti dengan industri untuk pengembangan produk fitofarmaka, sehingga diharapkan penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti dapat dihilirisasi oleh industri untuk memproduksi fitofarmaka.
“Saya berharap, melalui kegiatan ini kita dapat berkolaborasi dengan masing-masing kapasitas yang kita miliki, untuk mewujudkan potensi obat tradisional semakin maju di Indonesia. Kita sudah melihat dan menyadari rangkaian jejaring pemangku kepentingan yang ada, dan sudah tiba waktunya seluruh pemangku kepentingan tersebut berkolaborasi dalam satu tujuan untuk membawa kemanfaatan potensi yang dimiliki obat tradisional, sehingga peningkatan kuantitas dan kualitas produksi obat tradisional yang kita miliki sejak 6 tahun terakhir akan berkelanjutan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, dan ketahanan sistem kesehatan kita.” kata Rizka.