Pemerintah terus berkomitmen dalam upaya peningkatan ketahanan kefarmasian dalam negeri khususnya dalam pengembangan fitofarmaka. Di Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan Pasal 325 juga disebutkan bahwa penelitian dan pengembangan obat bahan alam ditujukan untuk mewujudkan kemandirian industri farmasi nasional.
Direktur Ketahanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan Roy Himawan mengatakan Indonesia dianugerahi kekayaan sumber daya hayati yang potensial untuk pengembangan fitofarmaka yang harus dimanfaatkan sepenuhnya. Kekayaan biodiversity dan kemampuan dalam penyediaan bahan baku merupakan modal dasar untuk mendukung pengembangan obat bahan alam.
“Kita sudah memiliki 11.000 produk jamu, lebih dari 70 produk obat herbal terstandar, namun baru 24 produk fitofarmaka” ungkapnya dalam Focus Group Discussion Penyusunan Rencana Aksi Gerakan Bersama Pengembangan Fitofarmaka di Jakarta pada 5-6 September 2023.
Lebih lanjut Himawan menambahkan bahwa 40 persen dari molekul obat yang disetujui FDA (Food and Drug Administration) selama 10 tahun terakhir bersumber dari bahan alam, dan 70 persen diindikasi sebagai anti kanker.

Pengobatan berbasis alami merupakan potensi terbesar untuk dikembangkan di negara kita, harapannya kita bisa semakin produktif untuk mengakselerasi sehingga produksi fitofarmaka semakin banyak di Indonesia. “Kenapa tidak bisa keluar dari Indonesia, sebuah tanaman obat yang menjadi unggulan, yang menjadi brand image dari Indonesia?” tanya Himawan.
Selain itu Himawan juga menjelaskan bahwa dalam rangka percepatan pengembangan dan pemanfaatan bahan alam, perlu dilakukan koordinasi yang intensif antara Kementerian/Lembaga, peneliti, maupun pelaku usaha. Oleh karena itu diperlukan rencana aksi gerakan bersama (Geber) dalam pengembangan fitofarmaka.
Dalam kesempatan yang sama, Asisten Deputi Bidang Peningkatan Pelayanan Kesehatan, Kemenko PMK, ibu Nia Reviani menyampaikan arahan Bapak Presiden untuk semua Kementerian/Lembaga bahwa “kita harus mengutamakan produk dalam negeri, bangga buatan Indonesia bukan hanya bidang kefarmasian dan alat kesehatan saja namun di semua sektor dan fitofarmaka juga menjadi fokus beliau” tegas Reviani.
Hal ini sejalan dengan Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2022 tentang Percepatan Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri dan Produk Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Koperasi, dalam rangka menyukseskan Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (BBI).
“Dan diperkuat dengan Keputusan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Nomor 22 Tahun 2019 tentang Satuan Tugas Percepatan Pengembangan dan Pemanfaatan Fitofarmaka yang menjadi acuan ketika kita berbicara kebijakan” ujar Reviani.
Satuan Tugas Percepatan Pengembangan dan Pemanfaatan Fitofarmaka terdiri dari lima bidang yakni bidang bahan baku, bidang teknologi manufaktur dan standarisasi, bidang uji klinik dan praklinik, bidang pelayanan kesehatan tradisional, dan bidang produksi dan promosi fitofarmaka, yang beranggotakan dari lintas Kementerian/Lembaga, Perguruan Tinggi, dan Asosiasi.