Bandung, 20 Desember 2024
Pada tahun 2022 penyakit Tuberkulosis (TBC) menjadi penyebab kematian tertinggi kedua di dunia setelah COVID-19, dan hingga saat ini TBC masih menjadi masalah kesehatan di dunia.
Di Indonesia, TBC merupakan salah satu masalah kesehatan utama. Berdasarkan Global TB Report Tahun 2023, Indonesia berada pada posisi kedua dengan jumlah beban kasus TBC terbanyak di dunia setelah India. Diperkirakan, terdapat sebanyak 1.060.000 kasus dan 134.000 kematian per tahun di Indonesia akibat TBC. Hal ini menjadi perhatian khusus presiden, sehingga penanganan TBC menjadi bagian dari salah satu dari tiga Program Hasil Terbaik Cepat/PHTC Presiden (Quick Win) di bidang kesehatan.
Diperlukan langkah strategis untuk mengatasi tantangan ini secara cepat dan tepat yang fokus pada hasil nyata dan berkelanjutan, oleh karena itu peran tenaga kesehatan termasuk apoteker menjadi sangat penting. Untuk itu Ditjen Kefarmaian dan Alat Kesehatan selenggarakan pertemuan “Optimalisasi Apoteker dalam Pengendalian Tuberkulosis” di Bandung pada 20 Desember 2024.

Direktur Pengelolaan dan Pelayanan Kefarmasian Agusdini Banun Saptaningsih dalam laporannya menyampaikan bahwa kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman dan peran strategis apoteker dalam pengendalian TBC melalui edukasi, pengelolaan obat dan pemantauan kepatuhan pasien.
Kegiatan yang dibuka oleh Dirjen Kefarmasian dan Alkes L. Rizka Andalucia ini dilaksanakan secara hybrid. Rizka menyampaikan, pengobatan TBC memiliki tantangan besar, termasuk durasi pengobatan yang panjang dan risiko resistensi obat akibat ketidakpatuhan. “Di sinilah apoteker hadir sebagai mitra pasien dan masyarakat, apoteker memiliki peran penting dalam meningkatkan pemahaman masyarakat tentang penggunaan obat yang bijak dan rasional, khususnya terkait pengobatan TBC”, kata Rizka.
Apoteker tidak hanya berperan sebagai pemberi obat, tetapi juga sebagai pendidik, pendamping, dan penggerak perubahan positif di masyarakat.
Lebih lanjut Rizka menyampaikan bahwa pengendalian TBC bukan hanya tanggung jawab satu pihak saja. Sinergi, kolaborasi, dan komitmen dari seluruh elemen bangsa sangat dibutuhkan. Dengan melibatkan semua pihak, Rikza optimis dapat menekan angka kasus TBC dan mencapai Indonesia bebas TBC pada tahun 2030.
“Mari bersama kita melangkah menuju eliminasi TBC, membangun masa depan bangsa yang lebih sehat dan kuat”, ucap Rizka. Pertemuan ini menghadirkan narasumber-narasumber pakar di bidangnya, diantaranya Prof. Dr. dr. Erlina Burhan, M.Sc., Sp.P (K), Tri Kusumaeni, S.Si.,Apt, M.Pharm, dr. Tiffany Tiara Pakasi, MA, serta Dr. Sulistya Widada. Ratusan peserta turut serta secara hybrid seperti apoteker AoC dari seluruh Indonesia, serta perwakilan dari Dinkes Provinsi Jawa Barat dan Jakarta.
