Struktur penduduk Indonesia ditandai dengan tingginya proporsi penduduk usia produktif. Pada tahun 2018, penduduk usia produktif di Indonesia mencapai 68,6 persen atau 181,3 juta jiwa dengan angka ketergantungan usia muda dan tua yang rendah, yaitu 45,7. Perubahan struktur penduduk ini akan membuka peluang bagi Indonesia untuk mendapatkan bonus demografi (demographic dividend) yang dalam jangka menengah dan panjang akan mendorong pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan menghantarkan Indonesia menjadi negara berpenghasilan menengah ke atas.
Jumlah penduduk usia produktif yang besar tersebut harus dimanfaatkan agar Indonesia dapat memaksimalkan bonus demografi. Perubahan struktur umur penduduk yang cepat juga membawa implikasi terhadap penduduk yang menua (ageing population) yang tidak produktif. Perubahan struktur umur penduduk tersebut dapat memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia dengan memberikan perhatian pada pembangunan manusia terutama bidang kesehatan berdasarkan siklus hidup. Pendekatan siklus hidup mencakup 1.000 hari pertama kehidupan, pendidikan usia dini, pola asuh dan pembentukan karakter anak dalam keluarga, remaja, transisi.
Tahun 2020 merupakan tahun pertama pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2020-2024 dan juga Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Kesehatan tahun 2020-2024. Dalam upaya pencapaian target sasaran yang telah ditetapkan dan untuk kesinambungan penyelenggaraan program pembangunan kesehatan maka diperlukan perencanaan pembangunan kesehatan yang sistematis, terarah, terpadu, menyeluruh dan memerlukan kolaborasi serta peran aktif pemerintah pusat daerah.
Pada Renstra Kementerian Kesehatan tahun 2020-2024, Program Indonesia Sehat masih menjadi program utama pembangunan kesehatan. Program Indonesia Sehat dengan sasaran meningkatkan derajat kesehatan dan status gizi masyarakat melalui upaya kesehatan dan pemberdayaan masyarakat yang didukung dengan perlindungan finansial dan pemerataan pelayanan kesehatan sesuai dengan sasaran pokok RPJMN tahun 2020-2024. Program Indonesia Sehat dilaksanakan dengan 3 pilar utama yaitu: 1) Pilar paradigma sehat, dilakukan dengan strategi pengarusutamaan kesehatan dalam pembangunan, penguatan promotif, preventif dan pemberdayaan masyarakat; 2) Pilar penguatan pelayanan kesehatan, dilakukan dengan strategi peningkatan akses pelayanan kesehatan, optimalisasi sistem rujukan dan peningkatan mutu pelayanan kesehatan, menggunakan pendekatan continuum of care dan intervensi berbasis risiko kesehatan; 3) Pilar Jaminan Kesehatan Nasional, dilakukan dengan strategi perluasan sasaran dan benefit serta kendali mutu dan kendali biaya.
Karenanya, Kementerian Kesehatan pada tanggal 17 s.d. 21 Februari 2020 bertempat di JI Expo Kemayoran, Jakarta menggelar Rapat Kerja Kesehatan Nasional (Rakerkesnas) dengan tema “Promotif Preventif Kesehatan untuk Membentuk Sumber Daya Manusia (SDM) Unggul menuju Indonesia Maju 2045” untuk membahas pesan strategis yang menjadi arahan Presiden Joko Widodo yang menjadi Rencana Strategis Pemerintah Bidang Kesehatan dan tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2020-2024, berfokus pada berbagai upaya preventif untuk mengendalikan kasus penyakit yang banyak terjadi di Indonesia. Pesan strategis tersebut merupakan tantangan bidang kesehatan yang menjadi fokus perhatian Menkes, yakni penurunan angka stunting, keluarga berencana, Angka Kematian Ibu dan Bayi melalui peningkatan kesehatan ibu dan anak, kesehatan reproduksi, percepatan perbaikan gizi masyarakat, peningkatan pengendalian penyakit, penguatan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas), perbaikan pengelolaan sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan penguatan pelayanan kesehatan, penguatan sistem kesehatan dan pengawasan obat dan makanan.
Upaya Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan (Ditjen Farmalkes) dalam hal peningkatan akses pelayanan kesehatan akan dilaksanakan dengan langkah pengendalian harga obat dan alat kesehatan. Dengan melakukan berbagai langkah percepatan lainnya diantaranya mendorong investasi, mempercepat lisensi wajib obat yang sangat dibutuhkan, membuka peluang investasi sebesar-besarnya dan deregulasi perizinan yang menghambat. Langkah-langkah tersebut diharapkan dapat mengendalikan harga obat dan alat kesehatan, mencapai target mengurangi ketergantungan impor bahan baku obat, mengurangi ketergantungan impor alat kesehatan, meningkatkan ketersediaan obat generik bagi kebutuhan pelayanan kesehatan dan menderegulasi perizinan.
Berkenaan dengan hal-hal tersebut di atas, maka perlu diselenggarakan Rapat Koordinasi Nasional Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan Tahun 2020 yang melibatkan peserta pusat dan daerah untuk optimalisasi dan akselerasi hasil kerja dalam pelaksanaan Program Pembangunan Kesehatan. Tahun ini pelaksanaan Rakonas akan mengusung tema: “Penguatan Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan guna mendukung Upaya Promotif Preventif Kesehatan untuk Mewujudkan SDM Unggul”, yang akan digelar dari tanggal 3 s.d. 6 Maret 2020 untuk regional timur dilaksanakan di Hotel Rattan Inn, Banjarmasin dan tanggal 10 s.d. 13 Maret 2020 untuk regional barat di Hotel Pangeran, Pekanbaru.
Secara umum pelaksanaan Rakonas ini bertujuan sebagai forum tingkat nasional bidang kefarmasian dan alat kesehatan dalam merumuskan Rencana Aksi Program/Kegiatan yang akan dilakukan tahun 2020-2024 untuk meningkatkan kinerja dan capaian indikator-indikator prioritas kefarmasian dan alat kesehatan. Secara khusus pelaksanaan Rakonas ini bertujuan: 1. Merumuskan Rencana Aksi Program/Kegiatan Tahun 2020 yang fokus pada peningkatan kinerja dan pencapaian indikator-indikator prioritas program kefarmasian dan alat kesehatan untuk mendukung upaya promotif dan preventif kesehatan dalam rangka mewujudkan SDM unggul; 2. Menyusun dan menginformasikan kebijakan dan rencana implementasi Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan periode 2020-2024; 3. Mendiseminasikan strategi pelaksanaan kegiatan tahun 2020.
Penyelenggaraan Rakonas dilaksanakan dengan metode diskusi mendalam, paparan, dialog interaktif dan perumusan hasil pelaksanaan Rakonas, yang diharapkan menghasilkan keluaran antara lain: 1. Terinformasinya kebijakan pembangunan kesehatan terkini antara lain terkait situasi kesehatan di Indonesia tahun 2015-2019, Pembangunan Kesehatan tahun 2020-2024, dukungan lintas sektor dalam mendukung Program Prioritas Kementerian Kesehatan, tata kelola Sistem Kesehatan Nasional (SKN), dan Isu-isu kesehatan terkini, khususnya terkait Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan untuk mendukung upaya promotif dan preventif kesehatan dalam rangka mewujudkan SDM unggul; 2. Adanya masukan dari daerah (peserta Rakonas) terkait isu-isu strategis dalam sesi paralel praktek baik dan pembelajaran (Best Practice and Lesson Learned); 3. Tersusunnya rekomendasi dan rencana tindak lanjut dalam rangka peningkatan Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
Kondisi saat ini, derajat kesehatan telah membaik namun belum menjangkau seluruh penduduk. Kematian ibu dan bayi masih tinggi. Pemahaman orang tua mengenai pola asuh yang baik, kesehatan lingkungan serta kemampuan menyediakan gizi yang cukup juga masih rendah sehingga prevalensi stunting masih tinggi. Prevalensi penyakit menular utama (HIV/AIDS, tuberkulosis dan malaria) masih tinggi disertai dengan ancaman emerging diseases akibat tingginya mobilitas penduduk. Pola hidup yang tidak sehat meningkatkan faktor risiko penyakit seperti obesitas, tekanan darah tinggi, dan masih tingginya merokok serta kurangnya aktivitas fisik, sehingga penyakit tidak menular (PTM) seperti stroke, jantung dan diabetes meningkat. Sistem rujukan pelayanan kesehatan belum optimal dilihat dari banyaknya antrian pasien.
Puskesmas dan Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) Swasta belum mampu secara maksimal berperan sebagai gate keeper. Kekosongan obat dan vaksin serta penggunaan obat yang tidak rasional masih terjadi, ketergantungan yang tinggi terhadap impor bahan baku sediaan farmasi dan alat kesehatan sehingga harga obat dan alkes mahal yang menyebabkan biaya kesehatan mahal, serta sistem pengawasan obat dan makanan belum optimal. Fasilitas pelayanan kesehatan yang terakreditasi dan tenaga kesehatan masih menumpuk di Jawa-Bali dan daerah perkotaan. Dan untuk menuju Jaminan Kesehatan Nasional tahun 2024 semua penduduk Indonesia telah tercakup JKN (Universal Health Coverage-UHC).
Kepesertaaan semesta JKN membawa konsekuensi terhadap tuntutan ketersediaan pelayanan kesehatan, peningkatan akses dan mutu pelayanan kesehatan, baik pada fasilitas kesehatan tingkat pertama maupun fasilitas kesehatan tingkat lanjutan, serta perbaikan sistem rujukan pelayanan kesehatan. Oleh karena itu, kebijakan pembangunan kesehatan diarahkan pada upaya meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan menuju cakupan kesehatan semesta dengan penekanan pada penguatan pelayanan kesehatan dasar melalui peningkatan upaya promotif dan preventif didukung oleh inovasi dan pemanfaatan teknologi. Sehingga bonus demografi ini akan diperoleh dengan tersedianya sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dan berdaya saing.
Adapun mandat utama bagi Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan dalam RPJMN adalah menjamin ketersediaan/akses sediaan farmasi (obat, bahan baku obat, vaksin) dan alat kesehatan dalam berbagai kegiatan Prioritas RPJMN, terutama pada kegiatan Prioritas Penguatan Sistem Kesehatan Nasional dan Pengawasan Obat dan Makanan, pada Proyek Prioritas (Pro-P) pemenuhan dan peningkatan daya saing sediaan farmasi dan alat kesehatan. Pelaksanaan pemenuhan dan peningkatan daya saing sediaan farmasi dan alat kesehatan mencakup 5 strategi, yaitu efisiensi penyediaan obat dan vaksin dengan mengutamakan kualitas produk; penguatan sistem logistik farmasi real time berbasis elektronik; peningkatan promosi dan pengawasan penggunaan obat rasional; pengembangan obat, produk biologi, reagen, dan vaksin dalam negeri bersertifikat halal yang didukung oleh penelitian dan pengembangan life sciences; serta pengembangan produksi dan sertifikasi alat kesehatan untuk mendorong kemandirian produksi dalam negeri.
Lingkungan strategis Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan juga semakin berkembang. Implementasi regulasi perencanaan dan penganggaran di daerah, perizinan satu pintu yang menjadi sarana perwujudan kebijakan kemudahan berusaha tanpa mengurangi spektrum pengawasan, pemberdayaan tenaga kefarmasian, penguatan pengawasan pelaksanaan program, dukungan dalam kewaspadaan pencegahan wabah, kebutuhan implementasi sistem digital dalam tata kelola obat, sampai dengan rancangan perencanaan strategis kesehatan. Antisipasi hal-hal tersebut membutuhkan keterpaduan unsur pusat dan daerah dalam implementasi Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
Sebagai catatan untuk data capaian persentase ketersediaan dan keterjangkauan obat dan vaksin difasilitas kesehatanmulai dari tahun 2015 mencapai realisasi 79,38% dari target 77%, tahun 2016 sebesar 81,57% dari target 80%, tahun 2017 tercapai 89,30% dari target 83%, di tahun 2018 tercapai realisasi 92,47% dari target 86%, dan terakhir di tahun 2019 tercapai realisasi 94,22% dari target 90%.
Capaian kepatuhan penggunaan obat dengan Formularium Nasional (Fornas) diawal tahun 2015 sebesar 73,84% dan diakhir tahun 2019 telah mencapai 84,95%. Fornas berisi daftar obat terpilih yang dibutuhkan dan harus tersedia di fasilitas pelayanan kesehatan sebagai acuan dalam pelaksanaan JKN. Tujuan utama pengaturan obat dalam Fornas adalah meningkatkan mutu pelayanan kesehatan, melalui peningkatan efektifitas dan efisiensi pengobatan sehingga tercapai penggunaan obat rasional.
Pada kegiatan Rakonas Farmalkes 2020 juga digelar ajang pameran dari beberapa produsen/industri alat kesehatan produk dalam negeri, stand Bugar dengan Jamu (BuDeJaMu) dan juga stand industri kreatif yang ada di wilayah tempat pelaksanaan kegiatan, serta area konsultasi untuk informasi seputar program dan kebijakan terkait kefarmasian dan alat kesehatan.