Pengadaan obat berdasarkan katalog elektronik telah memasuki tahun ke tiga, dimana dalam pelaksanaannya masih ada masalah dan kendala, sehingga diperlukan komitmen yang kuat antara penyedia Industri Farmasi berikut jaringan distribusi, satker dan pemegang kebijakan termasuk LKPP dan kami di Kementerian Kesehatan agar E-Catalogue dan E-Purchasing berjalan dengan baik.Hal itu lah yang disampaikan oleh Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Dra. Maura Linda Sitanggang, Ph.D dalam sambutan acara Rapat Evaluasi Pengunaan E-Katalog Obat yang diselenggarakan di Ruang Siwabessy Gedung Kementerian Kesehatan tanggal 19 Juni 2015.
Mengenai perkembangan penggunaan E-Katalog, disampaikan oleh Direktur Bina Obat Publik Dra. Engko Sosialine, Apt bahwa hingga bulan tahun 2015 sudah ada 781 produk obat dan 78 Industri Farmasi yang ditayangkan di dalam aplikasi e-katalog obat. “Dari segi unit kerja yang berpartisipasi, hingga bulan Juni tahun 2015 sudah ada 78 dinas kesehatan, 327 Rumah Sakit, dan 95 puskesmas yang telah menggunakan e-katalog dengan total nilai transaksi yang telah dilakukan lebih dari 1,7 Trilyun Rupiah” ujar Ibu Engko.
Dari sejak pertama kali digulirkan, pengaduan para pengguna e-katalog terhadap industri farmasi terus berkurang. Pada tahun 2013-2014, pengaduan terhadap Industri Farmasi mencapai 13 Industri. Tapi di tahun 2015, hanya ada 4 Industri Farmasi yang diadukan oleh unit kerja pengguna e-katalog.
Di bebeapa daerah, masih terdapat kendala akses E- Purchasing obat bagi beberapa Industri Farmasi dan Satker. Oleh karena itu, Saat ini LKPP sedang membangun sistem dengan menambah kapasitas dan merubah aplikasi katalog obat dari versi 2 menjadi versi 3. Sesuai dengan Permenkes 63 Tahun 2014 bahwa jika terdapat kendala pada pengadaan secara elektronik (e-purchasing) maka pemesanan obat dapat dilakukan secara manual langsung (e-mail) kepada Industri Farmasi penyedia (jangan ke PBF).
Beberapa permasalahan dan kendala yang sering dihadapi oleh Unit Kerja pengguna e-katalog obat diantaranya adalah:
- Jika terdapat beberapa item obat yang belum tercantum dalam e-Catalogue sehingga Satker (K/L/D/I) tidak dapat melakukan pengadaan. Solusinya ialah Sesuai dengan Permenkes 63 Tahun 2014 dalam hal obat yang dibutuhkan tidak terdapat dalam Katalog Elektronik (e-Catalogue) obat, proses pengadaan dapat mengikuti metode lainnya sebagaimana diatur dalam Perpres 54 Tahun 2010 beserta perubahan dan peraturan turunannya.
- Apabila penyedia obat telah over supply maka satuan kerja harus meminta surat kepada Industri Farmasi yang menyatakan bahwa produknya sudah over supply,sehingga pengadaan dapat dilakukan sesuai Perpres 54 Tahun 2010 beserta perubahan dan peraturan turunannya.
- Apabila terdapat permasalahan penyedia tidak melayani pemesanan manual berdasarkan e-CatalogueSesuai dengan Permenkes 63 Tahun 2014, RS Swasta dan Apotik dapat melakukan pemesanan secara manual dengan langsung menghubungi kepada Industri Farmasi pemenang e-catalogue dan segera informasikan kepada Tim Penanganan Keluhan (e_katalog@kemkes.go.id).
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Pengembangan Sistem Katalog LKPP Emin Adhy Muhaemin menambahkan, di dalam peraturan Kepala LKPP no 14 tahun 2015 tentang e-purchasing, penyampaian usulan pencantuman Barang/Jasa pada Katalog Elektronik dilakukan oleh Pemerintah Daerah, Kementerian/Lembaga/Institusi; atau Penyedia Barang/Jasa.
Penyedia Barang/Jasa dikenakan bisa dikenakan sanksi apabila; tidak menanggapi pesanan dalam transaksi melalui E-Purchasing; tidak dapat memenuhi pesanan sesuai dengan kesepakatan dalam transaksi melalui E-Purchasing tanpa disertai alasan yang dapat diterima; harga Barang/Jasa melalui proses E-Purchasing lebih mahal dari harga Barang/Jasa yang dijual selain melalui E-Purchasing pada periode penjualan, jumlah, dan tempat serta spesifikasi teknis dan persyaratan yang sama; dan/atau membuat dan/atau menyampaikan dokumen dan/atau keterangan lain yang tidak benar untuk memenuhi persyaratan Katalog Elektronik.
Apabila penyedia barang/jasa tidak menanggapi pesanan dalam transaksi melalui E-Purchasing dan tidak dapat memenuhi pesanan sesuai dengan kesepakatan dalam transaksi melalui E-Purchasing tanpa disertai alasan yang dapat diterima; maka penyedia barang/jasa akan peringatan tertulis (SP1, SP2). Dan apabila SP 1 dan SP2 tidak ditindaklanjuti, penyedia barang/jasa dikenakan denda 5% dari total nilai pesanan/ transaksi. Jika pembayaran denda tidak dilaksanakan melaporkan kepada LKPP agar Penyedia Barang/Jasa dikenakan sanksi penghentian sementara dalam sistem transaksi e-Purchasing sampai dengan Penyedia Barang/Jasa dimaksud membayar denda.
Kemudian apabila harga Barang/Jasa melalui proses E-Purchasing lebih mahal dari harga Barang/Jasa yang dijual selain melalui E-Purchasing pada periode penjualan, jumlah, dan tempat serta spesifikasi teknis dan persyaratan yang sama penyedia barang/jasa dikenkan denda 5 (lima) kali lipat dari selisih nilai transaksi; Jika pembayaran denda tidak dilaksanakan melaporkan kepada LKPP agar Penyedia Barang/Jasa dikenakan sanksi penghentian sementara dalam sistem transaksi e-Purchasing sampai dengan Penyedia Barang/Jasa dimaksud membayar denda.
K/L/D/I dapat melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa selain melalui E-Purchasing dengan melalui e-Lelang Cepat apabila : a). total volume kontrak sudah terpenuhi, dan Penyedia Barang/Jasa tidak bersedia menambah volume kontrak; b). pemesanan baru ditolak oleh Penyedia Barang/Jasa; c). barang sudah tidak diproduksi lagi; atau d). satu-satunya Barang/Jasa dalam Katalog Elektronik sedang dikenakan sanksi penghentian sementara dalam sistem transaksi E-Purchasing atau penurunan pencantuman dari Katalog Elektronik.