Oleh: Erie Gusnellyanti, S.Si., Apt., M.K.M.
Bagi tenaga farmasi, mempelajari dan memahami obat dari segala sudut merupakan hal yang biasa. Mulai dari proses penelitian dan pengembangan suatu obat, teknologi farmasi, ilmu farmakologi termasuk farmakokinetik dan farmakodinamik, kimia farmasi, analisis farmasi, farmakognosi, dan sebagainya, merupakan ilmu yang wajib diketahui oleh seorang tenaga farmasi, terutama apoteker atau farmasis. Tapi bagi masyarakat awam kesehatan maupun profesi lain, termasuk tenaga kesehatan non farmasi, belum tentu ilmu farmasi dapat dipahami dengan mudah. Dalam hal ini terjadi ketidakseimbangan informasi (asymetri information) antara pasien dengan tenaga kesehatan. Padahal obat, merupakan suatu produk yang dikonsumsi hampir semua orang sejak lahir hingga dewasa.
Seringkali pada saat (terpaksa) mengonsumsi obat, seseorang akan ‘pasrah’ terhadap obat apapun yang diresepkan oleh dokter. Atau dengan pengetahuan minim, masyarakat akan membeli dan menggunakan obat bebas dengan ‘dipandu’ oleh iklan atau promosi obat di berbagai media. Perkembangan teknologi saat ini bahkan memudahkan masyarakat dalam memperoleh obat melalui sistem online. Hal inilah yang belakangan mulai meresahkan kalangan farmasi dan kesehatan, termasuk pemerintah. Terlepas dari kemudahan akses masyarakat terhadap obat, maraknya penjualan obat melalui online ini dapat menjadi masalah. Bukan saja kemungkinan beredarnya obat illegal atau obat keras tanpa resep dokter, tetapi juga minimnya informasi yang diperoleh masyarakat karena tidak adanya keterlibatan tenaga kesehatan terutama apoteker dalam pelayanan.
Kementerian Kesehatan RI bersama Dinas Kesehatan di Provinsi dan Kab/Kota saat ini semakin gencar melaksanakan program GeMa CerMat (Gerakan Masyarakat Cerdas Menggunakan Obat). Berbagai upaya telah dilakukan, termasuk penyebaran informasi melalui berbagai media. Hal ini dianggap perlu mengingat kurang meratanya tenaga farmasi di daerah yang dapat melakukan komunikasi, edukasi dan informasi pada masyarakat sesuai kebutuhan di daerah. Penyebaran informasi dilakukan melalui media cetak, seperti poster, leaflet, buku saku, lembaran fakta, publikasi melalui media cetak (majalah, tabloid, surat kabar) dll. Sedangkan melalui media elektronik seperti video audiovisual dan website, talkshow radio serta media sosial.
Saat ini media sosial GeMa CerMat yang tersedia di laman facebook Cerdas Gunakan Obat, twitter @gemacermat, instagram @gemacermat dan channel telegram @cerdasgunakanobat telah diikuti ribuan follower. Bahkan grup Telegram bertajuk “Diskusi Obat (GeMa CerMat)” dengan nama pengguna @diskusiobat dalam waktu 3 (tiga) bulan telah diikuti > 2.500 orang anggota dan setiap hari aktif sebagai wadah komunikasi interaktif dan diskusi terkait obat dan kesehatan.
Namun upaya tersebut tidak cukup. Masih banyak keterbatasan masyarakat dalam memperoleh informasi tentang obat. Untuk itu, Kementerian Kesehatan mempromosikan tagline “Tanya Lima O”. Melalui tagline ini diharapkan masyarakat dapat lebih aktif lagi mencari informasi tentang obat, baik kepada tenaga kesehatan khususnya tenaga farmasi, maupun dari sumber informasi lainnya yang valid dan terpercaya, seperti kemasan obat.
“Tanya Lima O” merupakan 5 (lima) pertanyaan minimal yang harus terjawab sebelum seseorang mengonsumsi obat merujuk pada kata “obat”, yaitu:
Selain lima pertanyaan pada Tanya Lima O ini, masyarakat diharapkan dapat bertanya hal lain yang diperlukan terkait dengan obat yang akan dan sedang dikonsumsi. Pada obat bebas yang dapat diperoleh tanpa resep dokter, semua informasi tersebut tercantum dengan jelas pada kemasan obat. Sedangkan pada obat keras yang diperoleh dengan resep dokter, masyarakat dapat bertanya pada dokter yang meresepkan atau pada apoteker pada saat menebus resep. Dalam GeMa CerMat, keterlibatan masyarakat secara aktif sangatlah diharapkan.