Pengembangan obat alami patut mendapatkan perhatian khusus karena hampir 95% bahan baku industri farmasi masih bergantung dari impor luar negeri dinegara yang memiliki lebih dari 30.000 spesies tanaman yang berkhasiat sebagai bahan obat dan mengingat praktek pemanfaatan obat tradisional telah mengakar di masyarakat Indonesia.
Dirjen Farmalkes- Dra. Engko Sosialine M., Apt., M.Bio.Med., menyampaikan hal tersebut pada pelaksanaan kegiatan penandatanganan Nota Kesepahaman dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Bondowoso dan Pemerintah Daerah Kabupaten Sigi serta Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara Kemenkes dengan Dinas Kesehatan Kabupaten Bondowoso dan Dinas Kesehatan Kabupaten Sigi, tentang Fasilitasi Peralatan Pusat Pengolahan Pasca Panen Tanaman Obat (P4TO) dan Laboratorium pada P4TO di Jakarta (10/08/18).
Pemilihan bantuan Fasilitasi Pusat Pengolahan Pasca Panen Tanaman Obat (P4TO) saat ini telah dilakukan terhadap 16 daerah tersebut didasarkan kepada hasil penilaian terhadap proposal dan assessment lokasi yang telah dilaksanakan pada tahun 2017, dengan mempertimbangkan berbagai faktor penting diantaranya komitmen pemerintah daerah untuk berpartisipasi dalam penyediaan sarana infrastruktur dan pendanaan.
Kesungguhan pemerintah dalam mendorong kemajuan dunia obat tradisional Indonesia telah dimulai sejak ditetapkannya SK Menkes No.381/Menkes/SKlII1/2007 tentang Kebijakan Obat Tradisional Nasional (KOTRANAS) yang mengatur pemanfaatan obat tradisional mulai dari hulu sampai hilir termasuk juga aspek bisnisnya.
Salah satu tujuan dari KOTRANAS adalah tersedianya obat tradisional yang terjamin mutu, khasiat, keamanan, teruji secara ilmiah dan dimanfaatkan secara luas untuk pengobatan sendiri maupun pelayanan kesehatan formal.
Sebagai komitmen pemerintah dalam mengembangkan dunia kefarmasian di Indonesia, pemerintah telah mengeluarkan Inpres No.6 Tahun 2016 tentang Percepatan Pengembangan Industri Farmasi dan Alat Kesehatan, melihat potensi pengembangannya sangat terbuka dengan terus meningkatnya permintaan pasar domestik maupun internasional.
Pengembangan industri farmasi diprioritaskan pada pengembangan bahan baku obat (BBO) yang memenuhi standar, untuk mendukung upaya kemandirian BBO baik untuk kimia, vaksin, bioteknologi dan herbal.
Dalam rangka pengembangan obat tradisional di Indonesia terutama di sarana pelayanan, pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan No.003/MENKES/PER/I/2010 tentang Saintifikasi Jamu.
Saintifikasi Jamu adalah pembuktian ilmiah jamu melalui penelitian berbasis pelayanan kesehatan. Salah satu tujuannya adalah memberikan landasan ilmiah (evidenced based) penggunaan jamu secara empiris melalui penelitian yang dilakukan di sarana pelayanan kesehatan, dalam hal ini klinik pelayanan jamu/dokter praktik jamu.
Saintifikasi jamu ini sudah pasti akan memberikan peningkatan kebutuhan jumlah bahan baku obat tradisional sebagai upaya pemanfaatan keanekaragaman hayati dalam produksi bahan baku obat melalui proses kimia maupun secara bioteknologi.
“Kami berharap masing-masing daerah mempunyai kekhasan tersendiri dan pemanfaatan fasilitasi P4TO ini dapat dikembangkan sesuai dengan kearifan lokal tiap daerah, dengan dukungan dan komitmen dari perangkat pemerintah daerah dengan selalu memberikan laporan progres perkembangan kepada Kementerian Kesehatan dan bersinergi dengan regulasi yang ada”. tambah Dirjen.
Dengan kemampuan memproduksi Bahan Baku Obat Tradisional (BBOT) di masa mendatang, diharapkan ketersediaan bahan bahan baku obat tradisional akan lebih terjamin sehingga secara tidak langsung dapat meningkatkan mutu obat tradisional yang selama ini sudah digunakan secara luas untuk tujuan preventif, promotif dan kuratif dan juga dapat digunakan untuk mendukung program Saintifikasi Jamu.
“Diharapkan dengan kerjasama fasilitasi peralatan P4TO ini, dapat terus dikembangkan dan menghasilkan obat tradisional yang bermutu dan dapat dimanfaatkan secara maksimal, beroperasi secara optimal dalam menghasilkan pesediaan simplisia yang memenuhi standar, serta dapat meningkatkan industri obat tradisional dan bermanfaat bagi masyarakat. bagi seluruh masyarakat Indonesia”. Kata Dr. Dra. Agusdini Banun S., Apt., MARS yang saat ini menjabat Direktur Produksi dan Distribusi Kefarmasian.