Jakarta – Kementerian Kesehatan melalui Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan menyelenggarakan Pertemuan Teknis Negara OKI “Workshop on Vaccine Cold Chain Management For Organization Of Islamic Cooperation (OIC) Member Countries” pada tanggal 01 s.d. 02 Oktober 2019 dengan pembukaan di Kementerian Kesehatan, Jakarta dan dilanjutkan di Bandung.
Rangkaian workshop berisi materi-materi dari WHO (Dr. Vinod Bura), Asisten Sekjen OKI (HE. Amb. Askar Mussinov), Kementerian Kesehatan, BPOM, kunjungan lapangan ke Dinkes Kab. Bandung dan PT. Bio Farma, serta sesi berbagi pengalaman dan diskusi melalui panel dari perwakilan-perwakilan negara anggota OKI.
Workshop ini merupakan perwujudan komitmen Indonesia sebagai OIC Center of Excellence on Vaccines and Biotechnology Products. Perjalanan Indonesia sebagai Center of Excellence sendiri sudah dimulai sejak tahun 2011. Setelah melalui 2 kali sidang Konferensi Tingkat Menteri (KTM) Kesehatan Organisasi Kerjasama Islam (OKI) dan berbagai upaya lainnya, Indonesia akhirnya ditetapkan sebagai Center of Excellence pada tahun 2017 dan secara resmi diluncurkan pada tahun 2018.
Menteri Kesehatan Nila F. Moeleok didampingi oleh Asisten Sekjen OKI, Duta Besar Palestina, Sekretaris 1 Kedutaan Besar Afganistan, Sekretaris Jenderal Kemenkes dan Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alkes Kemenkes berkesempatan membuka secara resmi acara OIC Workshop on Vaccine Cold Chain Management yang diikuti oleh 45 peserta yang terdiri dari: 16 utusan dari 14 negara anggota OKI (Uganda, Gambia, Sudan, Afganistan, Bangladesh, Somalia, Nigeria, Maldives, Brunei Darussalam, Malaysia, Turki, Kazakhstan, Tunisia, dan Moroko), 6 peserta dari Dinas Kesehatan Provinsi (Kalimantan Selatan, Riau, Sulawesi Utara, Banten, Nusa Tenggara Timur, dan Jawa Barat), 6 peserta dari Dinkes Kab/Kota, 7 peserta pusat dari Kementerian Kesehatan RI (Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Direktorat Tata Kelola Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, Direktorat Pelayanan Kefarmasian, Direktorat Produksi dan Distribusi Kefarmasian), dan 10 peserta dari PT. Bio Farma.
Tujuan diadakannya “Workshop on Vaccine Cold Chain Management For Organization Of Islamic Cooperation (OIC) Member Countries” adalah:
- Untuk berbagi keahlian tentang manjemen rantai dingin vaksin
- Untuk memperluas jaringan antar negara-negara anggota OKI
- Sebagai tolak ukur pengelolaan rantai dingin vaksin di negara-negara OKI
- Untuk meningkatkan pengetahuan manjemen rantai dingin vaksin
- Untuk melihat mekanisme distribusi vaksin di Indonesia
“Sebagai salah satu negara anggota OKI yang memiliki kapasitas produksi vaksin dan produk bioteknologi, kita mengemban amanat untuk bersama-sama meningkatkan kapasitas sesama negara anggota dalam pemenuhan kebutuhan vaksin dan memastikan bahwa vaksin yang sampai ke masyarakat memberikan hasil terbaik untuk peningkatan kesehatan. Saya percaya workshop ini akan bermanfaat untuk mencapai tujuan tersebut,” ungkap Menkes Nila.
Sebagai bagian dari komunitas global, negara-negara anggota OKI menghadapi tantangan yang serupa. Saat ini, diperkirakan di negara-negara anggota OKI, 45,6% kematian disebabkan oleh penyakit menular. Negara-negara OKI juga mengalami kesulitan dalam mengurangi kematian ibu dan anak sejak tahun 1990. Kondisi kurang gizi juga masih cukup lazim ditemui dimana 36% anak-anak di bawah usia lima tahun masih tergolong stunting dan 22% tergolong underweight menurut data tahun 2010-2011.
Akses terhadap obat-obatan, vaksin, dan produk kesehatan lainnya, termasuk produk bioteknologi diakui sebagai salah satu bagian penting dalam mencapai sistem kesehatan yang kuat. Namun, OKI telah mengakui bahwa secara umum, negara-negara anggota OKI masih tertinggal jauh dalam kapasitas produksi vaksinnya. Maka untuk mengatasi masalah tersebut, Menteri Kesehatan Negara-negara Anggota OKI mengangkat isu kemandirian suplai dan produksi vaksin.
“Saya ingin menyampaikan bahwa akses terhadap vaksin mencakup upaya substantif dalam mempertahankan kualitas vaksin terbaik untuk diberikan kepada pasien, komunitas, dan masyarakat. Untuk merealisasikan ini, diperlukan manajemen rantai dingin yang memenuhi syarat serta penataan distribusi dan layanan vaksin di setiap titik fasilitas kesehatan yang efektif dan efisien”, papar Menkes.
Data dari Riskesdas 2018 menunjukkan bahwa cakupan proporsi imunisasi dasar di Indonesia pada anak umur 12-23 bulan mencapai 83.1% dan cakupan proporsi imunisasi lanjutan mencapai 57.9%. Sebagaimana tercantum dalam Permenkes No. 12 Tahun 2017, cakupan Imunisasi haruslah dipertahankan tinggi dan merata.
Menkes menjelaskan bahwa misi bersama adalah meningkatkan cakupan proporsi imunisasi ini demi mencapai target UCI (Universal Child Immunization). Cakupan yang tinggi tentunya didukung oleh pelayanan imunisasi yang berkualitas dan proses penyimpanan dan penanganan vaksin yang baik karena vaksin akan mudah hilang potensinya apabila tidak disimpan pada temperatur yang sesuai, sehingga kualitas manajemen rantai dingin akan berbanding lurus dengan kualitas vaksin itu sendiri.
Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri dari 34 provinsi dan 514 Kabupaten/Kota. Maka manajemen pengelolaan rantai dingin selama pendistribusian memang hal yang perlu mendapat perhatian khusus. Koordinasi dan advokasi yang handal diperlukan dengan melibatkan seluruh lapisan pemangku kepentingan.
Kementerian Kesehatan, Dinkes Provinsi, Dinkes Kabupaten/Kota, serta Puskesmas perlu bersama-sama berkomitmen dalam menerapkan manajemen rantai dingin yang berkualitas untuk meminimalisir kesalahan yang berpotensi terjadi di berbagai titik penanganan vaksin.
Indonesia telah melaksanakan Cold Chain Equipment Inventories (CCEI) untuk mendapatkan informasi tentang kondisi rantai dingin terkini demi peningkatan manajemen program imunisasi.
Sampai tahun 2018, penyediaan peralatan rantai dingin sudah tersedia di 90% puskesmas. Diharapkan bahwa pada tahun 2019 semua puskesmas di Indonesia akan menggunakan rantai dingin yang terstandarisasi dan berfungsi dengan baik.
“Upaya ini adalah bagian dari strategi imunisasi nasional guna memastikan kualitas dan ketersediaan vaksin imunisasi”, kata Menkes. Merujuk pada kondisi tersebut, Indonesia dengan senang hati berbagi pengalaman dalam menangani manajemen rantai dingin dalam program imunisasi kami.
“Saya ingin menegaskan kembali komitmen Indonesia, bahwa sebagai OIC Center of Excellence on Vaccines and Biotechnology Products, Indonesia akan terus mendukung negara-negara anggota dalam upaya mereka menangani wabah dan prevalensi tinggi dari berbagai penyakit menular yang telah diberantas di tempat lain. Sebagai bagian dari komitmen tersebut, saya percaya bahwa workshop ini akan memberikan pengalaman yang bermanfaat bagi semua peserta, termasuk untuk Indonesia”, tutur Menkes.
Sebagai penyelenggara pertemuan, Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Engko Solialine berharap melalui Workshop on Vaccine Cold Chain Management For Organization Of Islamic Cooperation (OIC) Member Countries dapat dihasilkan suatu kerjasama yang baik dalam pengelolaan vaksin yang sesuai sehingga dapat menjamin mutu vaksin yang digunakan oleh masyarakat.