Pandemi COVID-19 saat ini masih terus menjadi tantangan bagi seluruh masyarakat Indonesia saat ini dan jumlah masyarakat yang terpaparpun tercatat masih tinggi bahkan sampai awal bulan Juli 2021 sempat mengalami peningkatan yang cukup signifikan.
Hal ini mengakibatkan terjadinya peristiwa panic buying di tengah masyarakat, khususnya terhadap obat terapi COVID-19 dan alat bantu Oksigen. Tingginya peningkatan penularan COVID-19 mengakibatkan tingginya pula permintaan obat terapi COVID-19 dan alat bantu Oksigen dan peristiwa ini dimanfaatkan oleh beberapa oknum untuk meraih keuntungan ditengah pandemi ini.
Bertempat di Lobby Utama Gedung Awaloedin Djamin Bareskrim Polri, Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri, Brigjen Helmy Santika melakukan Press Release terkait 33 kasus penimbunan obat terapi pasien COVID-19, tabung oksigen palsu, dan penjualan obat terapi pasien COVID-19 diatas Harga Eceran Tertinggi (HET) pada Kamis, 28 Juli 2021. Direktur Tata Kelola Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Ditjen Farmalkes, Wiendra Waworuntu turut mengikuti kegiatan Press Release tersebut sebagai perwakilan dari Kementerian Kesehatan. Dari 33 kasus ini telah ditetapkan 37 orang sebagai tersangka.
Brigjen Helmy menyatakan “Terhadap barang bukti ini nanti kami akan melakukan diskresi kepolisian, restorative justice dimana kita juga harus memberi manfaat. Sehingga kita akan melakukan penyisihan barang bukti, kita koordinasi dengan Kejaksaan, Kemenkes, BPOM, termasuk dengan Gabungan Pengusaha Farmasi”.
Atas perbuatan para oknum ini, para pelaku penjual obat COVID-19 diatas HET dikenakan Pasal 196 UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Pasal 62 Jo Pasal 10 UU 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan terancam hukuman maksimal 10 tahun penjara.
Kemudian para tersangka yang mengubah tabung APAR menjadi tabung oksigen dikenakan Pasal 106 UU No 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan. Kemudian Pasal 197 UU No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, dan Pasal 62 Jo Pasal 8 UU No 8 tentang Perlindungan Konsumen. Mereka terancam pidana penjara paling lama 15 tahun. Obat-obatan yang disita Polri akan dikembalikan ke masyarakat demi memberikan kemanfaatan hukum. “Kami akan melakukan diskresi kepolisian berupa penyisihan barang bukti, di mana barang bukti akan kami serahkan kembali ke masyarakat untuk kembali dijualedarkan”, ujar Helmy. Terkait kasus obat-obatan, praktik yang dilakukan para tersangka yaitu membeli dan menjual kembali obat penanganan COVID-19 dengan harga di atas harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah. Ia pun mengungkapkan, para tersangka menjual obat-obatan dan tabung oksigen ini baik secara langsung maupun daring.
