Kementerian Kesehatan berkomitmen melakukan transformasi sistem kesehatan melalui 6 pilar transformasi penopang kesehatan Indonesia. Salah satunya yaitu transformasi sistem ketahanan kesehatan dalam meningkatkan ketahanan sektor farmasi dan alat kesehatan. Sejalan dengan hal tersebut, Kementerian Kesehatan telah menerbitkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 17 Tahun 2017 tentang Rencana Aksi Percepatan Pengembangan Industri Farmasi dan Alat Kesehatan dimana salah satu amanatnya adalah untuk mendorong berdirinya laboratorium uji produk dan lembaga sertifikasi produk (LSPro) ruang lingkup alat kesehatan yang terakreditasi dalam rangka sertifikat alat kesehatan produksi dalam negeri.
Selasa, 17 Mei 2022. Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan L. Rizka Andalucia berkesempatan memberikan sambutan dan arahan pada kegiatan Focus Group Discussion, (Sesi 3) Pengujian Alkes Dalam Negeri: Solusi atau Politisasi? secara virtual melalui platform zoom meeting.
Kegiatan yang diselenggarakan oleh Perkumpulan Organisasi Perusahaan Alat – alat Kesehatan dan Laboratorium di Indonesia (GAKESLAB Indonesia) ini merupakan FGD Sesi ke 3, dimana sebelumnya Gakeslab telah mengadakan Sesi 1: Persyaratan RDT Malaria untuk Mendorong Inovasi dan Kemandirian; dan Sesi 2: Bedah Masalah Pengembangan Alat Kesehatan Elektromedis.
Dalam sambutannya, Dirjen Rizka menyampaikan saat ini ketersediaan laboratorium uji produk yang memenuhi standar dan terakreditasi yang ada di dalam negeri saat ini masih terbatas, dan pada umumnya setiap negara memiliki laboratorium pengujian alat kesehatan sendiri. Sehingga pemenuhan kebutuhan untuk pengujian alat kesehatan produksi dalam negeri dapat dilakukan.
Lebih lanjut, Dirjen menyampaikan bahwa laboratorium uji alat kesehatan harus memenuhi beberapa persyaratan, yaitu laboratorium uji harus terakreditasi sesuai standar nasional dan internasional (sebagai contoh SNI ISO/IEC 17025:2017, SNI ISO 15189:2012), mempunyai kompetensi teknis, akses ke tenaga ahli eksternal apabila diperlukan, sumber daya yang memadai seperti peralatan uji yang spesifik dan sistem manajemen mutu internal dan fasilitas kalibrasi instrumen.
“Walaupun sudah ada beberapa laboratorium uji alat kesehatan dan alat kesehatan diagnostik in vitro yang dikelola pihak swasta dan sudah diakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN), seperti Sucofindo, Intertek, Qualis, dan Saraswanti, namun ruang lingkup pengujiannya masih terbatas”, kata Dirjen.
Keterbatasan Laboratorium Uji dengan ruang lingkup alat kesehatan dan alat kesehatan diagnostik in vitro baik dari aspek kemampuan uji produk, metode uji, kecepatan waktu pengujian, sebaran laboratorium maupun aspek akreditasi, serta belum adanya laboratorium uji nasional untuk alat kesehatan yang menjadi rujukan pada penentuan final hasil uji, maka untuk beberapa parameter uji produk masih harus diujikan ke luar negeri karena kapabilitas laboratorium uji dalam negeri belum memadai.
Pemerintah selaku regulator berkepentingan menyediakan laboratorium pengujian yang memadai agar dapat mengawal dan mewujudkan keamanan dan mutu alat kesehatan yang beredar yang juga akan berdampak pada pengakuan kualitas pelayanan kesehatan di Indonesia karena ditunjang dengan penggunaan alat kesehatan yg berkualitas. Penerapan standar mutu pengujian alkes yang sama terhadap alkes produksi dalam negeri akan memiliki dampak tumbuhnya kepercayaan terhadap kualitas alat kesehatan Indonesia sehingga mampu bersaing di kancah global ditengah produksi luar negeri lainnya.
“Dengan demikian, melalui penguatan laboratorium pengujian alat kesehatan yang sedang dilaksanakan saat ini, diharapkan dapat memberikan kontribusi yang besar dalam penjaminan mutu alkes yang beredar maupun dalam meningkatkan kualitas produk alat kesehatan dalam negeri”, terang Dirjen.
Dalam kegiatan ini, hadir sebagai penanggap, perwakilan dari Ditjen Kefarmasian dan Alkes, Direktur Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan, Sodikin Sadek yang saat ini juga menjabat sebagai Plt. Direktur Ketahanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
“Saat ini terdapat keputusan baru dari Menteri Kesehatan bahwa ada 4 BPFK (Balai Pengaman Fasilitas Kesehatan) yang dialihkan untuk pengampunya di Ditjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan, kami sedang menyiapkan naskah akademiknya untuk pengembangan tupoksinya ke dalam uji produk”, katanya. Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan sedang melakukan penguatan terhadap laboratorium uji yang ada, baik laboratorium uji yang menjadi UPT Kementerian Kesehatan, laboratorium perguruan tinggi negeri dan laboratorium yang dimiliki K/L lain yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi laboratorium uji alat kesehatan. Ketersediaan laboratorium yang cukup secara kuantitatif dan kualitatif akan sangat menunjang dalam optimalisasi pelaksanaan pengawasan premarket dan pengawasan postmarket.
