COVID-19 merupakan wabah ketiga dalam 2 dekade terakhir yang disebabkan oleh Coronavirus dan telah menimbulkan permasalahan kesehatan global dan membuat semua harus berpacu dengan virus yang menyebar secara eksponensial dalam mengembangkan vaksin dan terapeutik COVID-19. Namun demikian, saat ini pengembangan dan produksi vaksin maupun terapeutik masih dilakukan oleh industri farmasi di kebanyakan negaraĀ High Income Countries (HIC). Diperlukan distribusi dan akses yang berkeadilan termasuk transfer teknologi untuk negara-negara berkembang.
Pada awal masa pandemi, Indonesia mengalami kesulitan dalam mengakses produk obat, bahan baku obat dan alat kesehatan dikarenakan adanya kebijakanĀ lockdown yang diterapkan oleh negara-negara untuk mengantisipasi dampak penyebaran COVID-19, pembatasan pergerakan barang dan SDM, maupun pembatasan ekspor dari negara produsen bahan baku obat untuk global yang disebabkan oleh adanya peningkatan kebutuhan obat.Ā
Sebagai salah satu respon pemerintah dalam mempersiapkan dan mencegah pandemi melalui upaya meningkatkan resiliensi sistem rantai pasok kefarmasian dan alat kesehatan di Indonesia. Kementerian Kesehatan telah mencanangkan transformasi sistem kesehatan melalui transformasi 6 pilar transformasi penopang kesehatan Indonesia.
Salah satu yang terkait dengan peran strategis sektor farmasi dan alat kesehatan adalah transformasi sistem ketahanan kesehatan, dengan target produksi lokal 14 vaksin program dan top 10 obat, dan top 10 alat kesehatanĀ by volume & by value.
Kementerian Kesehatan telah membuat kebijakan untuk mendorong ketahanan kefarmasian dan alat kesehatan sebagai berikut:
Dalam rangka meningkatkan kemandirian alat kesehatan dalam negeri, industri perlu mendapatkan dukungan yang kongkrit dan tangible dari pemerintah salah satunya dalam kepastian pembelian alat kesehatan produksi dalam negeri, khususnya difasilitas pelayanan kesehatan (Fasyankes).Ā
Untuk itu Ditjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan melalui Direktorat Ketahanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan mengadakan kegiatan Evaluasi Penggunaan Alat Kesehatan Dalam Negeri di Fasyankes, khususnya bahan medis habis pakai (BMHP) dan reagensia, guna memantau peralihan belanja alat kesehatan impor menjadi alat kesehatan dalam negeri di fasilitas pelayanan kesehatan.
Plt. Direktur Ketahanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Sodikin Sadek menyampaikan, kegiatan ini sebagai upaya untuk mendorong peningkatan penggunaan alat kesehatan dalam negeri dalam rangka menyukseskan Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (BBI) pada pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah.
Kegiatan dilaksanakan secara daring dan luring di Hotel Royal Kuningan, Jakarta pada 24 Mei 2022 serta dibuka secara resmi oleh Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan, L. Rizka Andalucia. Kegiatan ini dihadiri oleh asosiasi alat kesehatan dan rumah sakit, industri alat kesehatan dalam negeri khususnya BMHP, Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, RS Vertikal, RSUD, dan unit terkait pengelola program kesehatan di Kementerian Kesehatan.
āUpaya resiliensi sistem kesehatan menjadi tugas kita bersama, yang harus kita laksanakan demi ketahanan sistem kesehatan di Indonesiaā, kata Dirjen. Melalui kegiatan ini juga, diberikan penghargaan kepada Rumah Sakit Umum Pratama Paku, RSUD Dr. H. Andi Abdurrahman Noor, dan Rumah Sakit Umum Daerah Kab. Bolaang Mongondow sebagai RSUD dengan Persentase Penggunaan/Belanja Alkes Dalam Negeri Tertinggi se-Indonesia.