Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2020 – 2024 memberikan salah satu arah kebijakan di bidang kesehatan yaitu meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan menuju cakupan kesehatan semesta, dengan penekanan pada penguatan sistem pelayanan kesehatan dasar dengan mendorong peningkatan upaya promotif dan preventif, didukung oleh inovasi dan pemanfaatan teknologi.
Strategi yang ditempuh dalam arah kebijakan tersebut dan sekaligus sebagai prioritas nasional, salah satunya adalah penguatan sistem kesehatan, termasuk pemenuhan dan peningkatan daya saing sediaan farmasi dan alat kesehatan, yang difokuskan diantaranya pada efisiensi penyediaan obat dan vaksin dengan mengutamakan kualitas produk serta penguatan sistem logistik farmasi secara realtime berbasis elektronik.
Penyediaan dan pengelolaan anggaran untuk obat dan alat kesehatan guna memenuhi kebutuhan di sektor publik dilaksanakan secara konkuren antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Pemerintah pusat mengambil peran memastikan bahwa pasokan obat program kesehatan dan stok penyangga (buffer stock) memadai, serta memastikan keamanan, efikasi dan kualitasnya. Pemerintah daerah berperan dalam menjamin ketersediaan obat pelayanan kesehatan dasar dan berwenang merencanakan kebutuhan obat sesuai dengan kebutuhan daerahnya. Dengan demikian, ketersediaan obat esensial merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah pusat, provinsi, sampai dengan kabupaten/kota.
Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan berperan dalam mendukung pembangunan kesehatan nasional, terutama dalam hal menjamin akses, kemandirian dan mutu sediaan farmasi dan alat kesehatan, yang salah satunya diindikasikan oleh tersedianya obat dan vaksin di Puskesmas.
Dalam mencapai tujuan tersebut, Ditjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan melalui Direktorat Pengelolaan dan Pelayanan Kefarmasian menyelenggarakan kegiatan Pertemuan Koordinasi Penyusunan Perencanaan Kebutuhan Obat Nasional Tahun 2022 yang dilaksanakan dengan metode hybrid.
Pertemuan yang dilaksanan dalam dua tahap tanggal 13 s.d. 17 Juni 2022 dan 20 s.d. 24 Juni 2022 ini dibuka secara resmi oleh Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan, L. Rizka Andalucia, dengan mengundang narasumber perwakilan dari Kementerian Keuangan dan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang Jasa Pemerintah (LKPP), dihadiri oleh peserta dari penanggung jawab farmasi dan program dari dinas kesehatan provinsi dan kabupaten/kota di Indonesia serta penanggung jawab program pusat di Kementerian Kesehatan serta Tim Direktorat Pengelolaan dan Pelayanan Kefarmasian.
![](https://farmalkes.kemkes.go.id/wp-content/uploads/2022/07/2_Penyusunan-RKO.png)
Dalam laporannya, Direktur Pengelolaan dan Pelayanan Kefarmasian, Dina Sintia Pamela menyampaikan pertemuan ini bertujuan untuk menyusun Rencana Kebutuhan Obat (RKO) untuk pelayanan kesehatan dasar dan rujukan tahun 2023 yang akan disampaikan dalam proses pencantuman produk di e-katalog obat tahun 2023 untuk mendukung pelaksanaan pengadaan obat secara elektronik melalui e-purchasing. Hal ini dilakukan dalam rangka meningkatkan transparansi, akuntabilitas serta efisiensi pengadaan obat.
Di pertemuan ini dilakukan desk untuk menyusun RKO program kesehatan tahun 2023 yang akan digunakan sebagai dasar perhitungan usulan pagu anggaran penyediaan obat program kesehatan tahun 2023. Selain itu, dilakukan juga desk usulan kebutuhan obat dan perbekalan buffer stok provinsi tahun 2022 yang akan digunakan untuk rencana pengadaan paket penyediaan obat buffer stok provinsi tahun ini.
Pelaksanaan program kesehatan baik kuratif maupun preventif dapat berjalan lancar dengan adanya dukungan logistik termasuk obat dan vaksin. Untuk itu, dalam rangka mendukung kegiatan program kesehatan nasional diperlukan adanya obat dan vaksin dalam jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan.
Dalam sambutannya, Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan, L. Rizka Andalucia menyampaikan, akurasi perencanaan kebutuhan obat dan vaksin perlu dicapai untuk menghindari potensi terjadinya over-supply atau under-supply. Sistem perencanaan obat dan vaksin secara bottom up diharapkan dapat meningkatkan akurasi perencanaan kebutuhan obat. Koordinasi dan integrasi yang baik antara penanggung jawab program dengan penanggung jawab farmasi di setiap tingkat mulai dari Puskesmas, dinas kesehatan kabupaten/kota, dinas kesehatan provinsi sampai dengan pusat perlu ditingkatkan.
![](https://farmalkes.kemkes.go.id/wp-content/uploads/2022/07/3_Penyusunan-RKO.png)
Dalam masa pandemi COVID-19, pelaporan RKO melalui aplikasi e-Monev Obat belum berjalan dengan optimal dan masih perlu ditingkatkan. Tantangan yang dihadapi dalam penyusunan RKO dan implementasi e-Monev Obat diantaranya adalah akurasi perencanaan kebutuhan obat dan ketepatan waktu pelaporan RKO. Untuk mengatasi hal tersebut, perlu dilakukan upaya peningkatan perencanaan kebutuhan obat dan vaksin melalui kegiatan koordinasi perencanaan kebutuhan obat secara terpadu, baik di tingkat kabupaten/kota, provinsi, dan pusat serta pemantauan dan verifikasi pelaporan RKO secara berjenjang melalui aplikasi e-Monev Obat. ”Saya harap pertemuan ini dapat meningkatkan koordinasi dan integrasi para stakeholders agar menghasilkan RKO yang akurat sesuai dengan kebutuhan”, kata Rizka.