Masih tingginya alat kesehatan impor pada pelayanan kesehatan di Indonesia harus diantisipasi dengan kebijakan yang mengatur belanja alat kesehatan pada fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah. Selain itu, diperlukan juga peningkatan penggunaan alat kesehatan dalam negeri yang berbasis penelitian terapan dan pemanfaatan sumber daya dalam negeri, untuk mendukung penguatan daya saing industri alat kesehatan dalam negeri.
Bertempat di Hotel Novotel Bogor Golf Resort and Convention Center, Ditjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan melalui Direktorat Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan menyelenggarakan pertemuan “Pembahasan Kebijakan dan Teknis di Bidang Pra Pemasaran Alat Kesehatan dan PKRT” pada 25 – 27 Juli 2022.

Dalam laporannya, Direktur Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Sodikin Sadek menyampaikan, pertemuan yang dihadiri oleh 134 peserta ini dilaksanakan sebagai bentuk salah satu dukungan dari Kementerian Kesehatan terhadap produksi alat kesehatan dalam negeri dan upaya untuk meningkatkan penggunaan alat kesehatan dalam negeri dengan tujuan untuk membangun kemandirian industri alat kesehatan.
“Kegiatan ini diselenggarakan untuk mensosialisasikan program dan kebijakan terkait pembelanjaan dan penggunaan alat kesehatan dalam negeri, serta sebagai sarana untuk memperkenalkan alat kesehatan dalam negeri kepada para stakeholder dengan harapan meningkatkan pemasaran alat kesehatan dalam negeri yang saat ini telah mampu bersaing dengan alat kesehatan impor”, kata Sodikin.
Berdasarkan data transaksi alat kesehatan dalam e-catalogue LKPP 2019 – 2020 dan data sistem regalkes, dari 19 jenis alat kesehatan yang banyak ditransaksikan by volume dan value, 16 jenis sudah dapat diproduksi di dalam negeri dan 3 jenis masih impor. Data tersebut mengindikasikan jenis alat kesehatan yang dibutuhkan sudah dapat dipenuhi di dalam negeri. Jumlah produsen dan izin edar untuk jenis alat kesehatan tersebut juga meningkat seiring dengan kebutuhan di pelayanan kesehatan.
Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Lucia Rizka Andalucia dalam sambutannya menyampaikan, Kementerian Kesehatan telah membuat kebijakan untuk mendorong ketahanan kefarmasian dan alat kesehatan, antara lain substitusi produk impor. “Jaminan suplai alat kesehatan dalam negeri perlu menjadi perhatian karena rumah sakit membutuhkan kepastian untuk dapat membeli produk alat kesehatan dalam negeri dan apakah produk tersedia dalam e-catalogue”, lanjut Rizka.
Sebelum adanya katalog sektoral kewenangan freeze dan unfreeze alat kesehatan ada di LKPP, setelah adanya katalog sektoral kewenangan ada di Kemenkes. “Jika produk dalam negeri sudah bisa memenuhi kebutuhan nasional, maka akan dilakukan freeze produk impor alat kesehatan”, kata Rizka.
Lebih lanjut Rizka menyampaikan, Indonesia telah mengikuti harmonisasi ASEAN di bidang alat kesehatan dan aturan regulasi ASEAN Medical Device Directives (AMDD). Indonesia juga aktif menjadi anggota APEC, WHO-SEARN, dan aktif mengikuti GHWP. Sehingga, persyaratan dan standar regulasi alat kesehatan di Indonesia telah mengikuti global practice.
Saat ini, perlu menjadi perhatian Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal yang menyatakan produk yang masuk, beredar dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikasi halal yang diimplementasikan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal, di mana salah satunya adalah barang gunaan yang berasal dari dan/atau mengandung unsur hewan termasuk di dalamnya alat kesehatan dan PKRT. Dalam peraturan pemerintah ini, diatur juga mengenai waktu penahapan kewajiban bersertifikasi halal untuk alat kesehatan dan produk perbekalan kesehatan rumah tangga.

Dirjen Farmalkes berpesan, untuk mendukung optimalisasi penggunaan produk alat kesehatan yang aman, bermanfaat dan bermutu diperlukan kolaborasi dan sinergisme antara pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota, sarana kesehatan, akademisi, pelaku usaha dan masyarakat. Melalui kegiatan ini, diberikan apresiasi kepada rumah sakit yang melakukan pembelian alat kesehatan dalam negeri terbanyak periode 1 Januari 2022 sampai dengan 20 Juli 2022 yaitu RS Paru Dr. M. Goenawan Partowidigdo dan RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado sebagai perwakilan dari rumah sakit vertikal, dan RSUD Morowali sebagai perwakilan dari RSUD.