Dalam rangka mendukung kemandirian dan ketahanan kesehatan terutama dalam bidang kefarmasian, Kementerian Kesehatan melalui Ditjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan menyelenggarakan kegiatan Forum Nasional Hilirisasi dan Peningkatan Penggunaan Sediaan Farmasi Dalam Negeri di Hotel Borobudur pada 16 Mei 2023.
Menindaklanjuti Inpres Nomor 2 Tahun 2022 tentang Percepatan Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri dan Produk Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Koperasi dalam rangka menyukseskan Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia, Kementerian Kesehatan menerbitkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor HK.01.07/MENKES/1333/2023 tentang Peningkatan Penggunaan Sediaan Farmasi yang Menggunakan Bahan Baku Produksi Dalam Negeri pada 8 Mei 2023 silam. KMK tersebut mengatur instansi pemerintah, baik di pusat maupun daerah, dan institusi swasta, harus mengutamakan sediaan farmasi yang menggunakan bahan baku produksi dalam negeri, dalam proses pengadaan barang/jasa yang dilaksanakan melalui katalog elektronik.
Terdapat 62 item bahan baku obat yang dapat diproduksi dalam negeri dan siap digunakan yang terdiri dari 45 item bahan baku obat Active Pharmaceutical Ingredient (API), 2 item bahan baku natural, 3 item bahan baku produk biologi, dan 12 item zat aktif vaksin dan serum. Diharapkan sediaan farmasi yang menggunakan bahan baku produksi dalam negeri tercantum pada katalog elektronik memenuhi nilai tingkat komponen dalam negeri (TKDN) paling sedikit 52% (lima puluh dua persen) untuk obat dan obat tradisional, dan paling sedikit 70% (tujuh puluh persen) untuk vaksin dan serum.
Forum yang dibuka oleh Menteri Kesehatan RI Budi G. Sadikin ini, diikuti oleh 350 peserta luring yang terdiri dari Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Kementerian Perindustrian, Badan POM RI, Kementerian Investasi/BKPM, BAPPENAS, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota di wilayah Jakarta, rumah sakit vertikal, RSUD/RS Polri/RS TNI, dan swasta, industri farmasi, perwakilan klinik dan apotek, asosiasi (GP Farmasi, PP Hisfarsi, PERSI, AB3O, IPMG) dan praktisi/ahli/akademisi. Selain itu forum ini juga diikuti oleh peserta daring baik melalui zoom dan youtube Kemenkes.
Menkes menyampaikan bahwa dalam rangka mendorong pembangunan industri farmasi dan alat kesehatan secara hulu dan hilir, perlu membangun ekosistem, melakukan pemetaan masalah, perizinan, transparansi data, regulasi yang memaksa dan insentif sehingga dapat meningkatkan minat industri berinvestasi dalam memproduksi bahan baku obat dan alat kesehatan. Hal ini sebagai upaya mewujudkan kemandirian kefarmasian dan alat kesehatan, meningkatkan layanan masyarakat dan Indonesia lebih siap dalam menghadapi tantangan pandemi berikutnya.
Pemerintah daerah, pemerintah pusat dan rumah sakit harus mengutamakan pembelian obat dalam negeri. Kedepan Kementerian Kesehatan akan memantau pembelian obat dalam negeri di rumah sakit besar. “Industri farmasi adalah pembangunan dari hulu ke hilir dan harus dibangun, pemerintah akan memberikan regulasi yang baik. Pesan saya ke industri farmasi, yuk perbanyak produk dalam negeri,” ucap Menkes.
Dirjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan, L. Rizka Andalusia turut menyampaikan bahwa dalam rangka akselerasi percepatan penggunaan bahan baku dalam negeri, maka harus dilakukan penguatan sistem rantai pasok farmasi dimulai dari bahan baku aktif, bahan baku pembawa sampai ke industri formulasi serta dapat didistribusikan. Di samping itu data belanja vaksin rutin di sektor pemerintah sekitar 3-4 triliun/tahun, apabila vaksin tersebut diproduksi dalam negeri maka berpeluang untuk mengembangkan perekonomian Indonesia.
Kemandirian kefarmasian ini merupakan PR bersama yang bisa diwujudkan melalui sinergi pemerintah, industri dan instansi pusat, daerah maupun swasta.
“Kami pihak industri farmasi dapat menjaga supply untuk masyarakat dan mengamankan masyarakat, dengan menggunakan bahan baku dalam negeri agar memberikan harga yang bersaing namun tetap mengedepankan jaminan mutu. Sehingga pilar ke-3 transformasi terkait ketahanan kefarmasian khususnya di bidang obat dan farmasi perlu didukung” ujar Deputy Director External Relation (pharmaceutical dan food) Konimex, Bapak Daud.
“Regulasi yang ada dapat memudahkan kami untuk menyediakan obat bagi para pasien, terutama pasien BPJS untuk mendapatkan obat dengan harga terjangkau namun dapat terjamin manfaat dan kualitasnya, karena kami hanya akan menggunakan obat yang telah lulus uji BPOM. Harapannya agar ke depan semakin banyak industri yang mampu memproduksi obat produk dalam negeri jenis lain yang belum terpenuhi saat ini” ujar Direktur Utama RS Paru Dr. M. Goenawan Partowidigdo, dr. Sila.
Dalam rangkaian kegiatan ini, Dirjen Rizka memberikan penghargaan kepada yang berperan dalam penggunaan sediaan farmasi dengan bahan baku dalam negeri ke dalam 3 (tiga) kategori yakni industri farmasi yang memproduksi bahan baku kimia, natural, produk biologi dan zat aktif vaksin dan serum, industri farmasi yang memproduksi sediaan farmasi menggunakan bahan baku produksi dalam negeri dan 10 besar rumah sakit vertikal dengan belanja obat produk dalam negeri tertinggi. Selain itu diforum ini juga dilakukan business matching yang bertujuan untuk menjajaki potensi kerjasama antara industri bahan baku sediaan farmasi dengan industri formulasi.