Jakarta, 26 Januari 2024
Sebagai respon terhadap pandemi, setiap negara dan kawasan semakin memandang penting kesiapsiagaan, termasuk dengan membangun kapasitas pengembangan dan manufaktur vaksin. Upaya memberikan perlindungan kepada populasi Indonesia yang besar, menjadikan vaksin sebagai produk penting dalam sistem kesehatan dan ketahanan nasional. Tersedianya pengembangan dan manufaktur vaksin yang berkelanjutan dan berbasis kesehatan masyarakat, perlu didukung oleh ekosistem yang baik. Upaya-upaya tersebut harus terselenggara melalui kerangka kebijakan (policy) dan pengaturan (regulatory) yang berorientasi pada aspek-aspek keamanan, mutu dan manfaat bagi kesehatan masyarakat.
Sejalan dengan upaya tersebut, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) bersama Duke-NUS Centre of Regulatory Excellence (CoRE) berkolaborasi dengan Health Sector Group dari Asian Development Bank (ADB) menggelar pertemuan dengan para pemangku kepentingan industri vaksin dalam negeri guna membahas secara mendalam terkait regulasi vaksin di Indonesia. Sejak tahun 2023, Duke-NUS CoRE menjalin kerja sama dengan ADB untuk pelaksanaan ADB Vaccine Regulation Project dengan tujuan menguatkan sistem serta menganalisa landscape regulasi di kawasan Asia Pasifik khususnya di negara berkembang seperti Indonesia terkait penanganan pandemi/public health emergencies dan penanganan penyakit menular lainnya yang juga dapat mendorong akses terhadap produk inovatif, menarik investasi untuk produksi, dan meningkatkan sistem surveilans kesehatan publik. Tujuan utama dari kolaborasi ini yakni untuk meningkatkan akses produk yang aman, bermutu, dan bermanfaat melalui rangkaian kegiatan ilmiah serta kebijakan yang diterapkan sepanjang siklus hidup produk. Negara-negara yang tergabung dalam project kolaborasi ini antara lain Bangladesh, India, Indonesia, Korea and Singapore.
Sebagai langkah awal, Duke-NUS CoRE-ADB menyampaikan aspek-aspek yang akan dianalisa pada project tersebut, antara lain perspektif mengenai peran regulasi terhadap ekosistem vaksin, tata kelola nasional, peningkatan kapasitas regulasi, pengaturan siklus hidup vaksin, perspektif regional dan global serta peta jalan penguatan sistem regulasi. Turut hadir Executive Director Centre of Regulatory Excellence Duke-NUS Medical School, Professor John CW Lim serta Director Human and Social Development Office Sectors Group Asian Development Bank Dr. Patrick L. Osewe untuk memberikan sambutan pada pertemuan.
Menteri Kesehatan Budi G. Sadikin mengapresiasi dan menyambut baik kolaborasi yang dilakukan Duke-NUS CoRE dan ADB. Menkes Budi menyampaikan pentingnya penguatan sistem regulasi di kawasan Asia Pasifik, serta harapannya kolaborasi tersebut dapat memberikan dampak positif dalam membangun ekosistem pengembangan vaksin di Asia Pasifik, khususnya di Indonesia.
“Kami menyadari sistem regulasi memainkan peran yang cukup penting dalam memberikan pelayanan yang lebih cepat kepada masyarakat. Penilaian, perizinan, pengendalian, dan pengawasan obat dan vaksin merupakan tantangan besar bagi tata kelola nasional dalam hal ini otoritas regulasi nasional, yang saat ini dihadapkan dengan semakin banyaknya produk baru, permasalahan kualitas yang kompleks, dan permasalahan teknis baru yang timbul dari pesatnya perkembangan industri farmasi serta kemajuan ilmu pengetahuan. Dibutuhkan penguatan kebijakan nasional dan otoritas regulasi yang diakui dunia,” ujar Menkes Budi.
Lebih lanjut, Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan L. Rizka Andalusia menjelaskan ketersediaan produksi vaksin yang berkelanjutan perlu didukung ekosistem yang baik sehingga dapat tercapai kemandirian dan ketahanan vaksin nasional.
“The Economist menyebutkan ada 5 (lima) pilar yang menjadi landasan ekosistem pengembangan vaksin untuk mencapai ketahanan vaksin, yaitu penelitian dan pengembangan; manufaktur, pengadaan, penetapan harga, dan pembiayaan; distribusi, manajemen logistik dan rantai pasokan; serta penerimaan dan serapan pengguna. Ini semua harus didukung dengan regulasi yang robust dan agile,” ucap Dirjen Rizka.
Sejalan dengan niat yang dilakukan untuk mewujudkan ketahanan kesehatan di bidang vaksin, Kementerian Kesehatan meluncurkan inisiatif Vaccine Collaborating Center (VOLARE) yang bertujuan memperkuat kolaborasi nasional dan global untuk mencapai kemandirian dan ketahanan vaksin serta meningkatkan akses terhadap produk kesehatan berkualitas bagi masyarakat. Inisiatif tersebut menggabungkan potensi dan ekosistem inovasi yang sudah dimiliki, dengan melibatkan partisipasi berbagai pemangku kepentingan untuk bekerja secara lebih sinergi.
Inisiatif VOLARE yang diluncurkan oleh Menteri Kesehatan RI memiliki tujuan untuk penguasaan teknologi terbaru vaksin, kapasitas pengembangan vaksin program nasional dan vaksin untuk respon kesiapsiagaan pandemi dengan 4 ruang lingkup antara lain:
- Pusat Pelatihan/Teaching Factory: Fasilitasi, Bantuan teknis, Pengingkatan kapasitas
- Jaringan: Laboratorium/Jaringan penelitian dan pengembangan, Business Matching dan kemitraan, Workshop Business Matching, Kolaborasi pembiayaan, Resource Sharing
- Regulasi: Rekomendasi kerangka regulasi vaksin berdasarkan best practice
- Bank Data
“Saya berharap inisiatif ini dapat membantu kita untuk meningkatkan kapasitas penelitian, produksi, dan pengiriman vaksin di Indonesia, yang akan membawa lebih banyak kesiapan dalam penanganan pandemi berikutnya, dan memberikan dampak signifikan bagi sistem kesehatan yang lebih baik di Indonesia,” pungkas Menkes Budi.