Indonesia memiliki kekayaan biodiversity yang melimpah, namun potensi ini belum dimanfaatkan secara optimal untuk penyediaan bahan baku obat berbahan alam. Padahal, kemampuan dalam menyediakan bahan baku ini adalah modal dasar yang dapat mendukung pengembangan obat bahan alam berkualitas.
Untuk mengatasi tantangan ini, diperlukan kolaborasi yang erat antara peneliti, pelaku usaha, regulator, dan praktisi kesehatan agar obat bahan alam dapat digunakan secara efektif dan aman demi kesejahteraan masyarakat. Dalam rangka mendukung upaya percepatan pengembangan obat bahan alam yang berkhasiat, bermutu dan aman, Direktorat Kefarmasian dan Alat Kesehatan menyelenggarakan kegiatan Coaching Clinic dan Business Matching Obat Bahan Alam pada 23-25 Juli 2024 di Bekasi.
Tujuan dari pertemuan ini adalah untuk memberikan pembaruan mengenai standar keamanan dan mutu obat bahan alam, memperkenalkan perkembangan terbaru dalam teknologi pengolahan obat bahan alam, serta mempertemukan penyedia ekstrak obat bahan alam dengan produsen obat bahan alam guna mendorong kolaborasi dan meningkatkan kualitas produk.
Dalam sambutannya, Direktur Ketahanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Roy Himawan, menegaskan bahwa peningkatan mutu bahan baku obat bahan alam produksi dalam negeri menjadi prioritas pemerintah. “Tujuannya agar produk yang dihasilkan memiliki daya saing tinggi dan mendukung kemandirian serta pengembangan ekosistem obat bahan alam di Indonesia,” ujarnya.
Ia juga menekankan bahwa pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Pemanfaatan Jamu. Kebijakan ini bertujuan untuk memastikan pengembangan jamu dilakukan secara terkoordinasi, bersinergi, dan terintegrasi dari hulu hingga hilir dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan.
Salah satu peserta, Joko Kawiyanto dari Borobudur Extraction Centre, menyampaikan apresiasinya terhadap acara ini. “Kami selama ini lebih banyak berfokus pada pasar di Jawa Tengah, namun dengan acara ini, kami jadi mengenal potensi bahan alam yang ada di Jawa Barat dan Banten serta peluang pasarnya,” ujarnya.
Kegiatan ini tidak hanya menghadirkan narasumber dari berbagai institusi seperti GP Jamu, BPOM, BRIN, Dinas Pertanian dan Perkebunan Provinsi Jawa Barat, tetapi juga mempertemukan 70 pelaku usaha UMKM obat tradisional dari DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten. Selain itu, acara ini juga menjadi wadah matchmaking antara penyedia ekstrak obat bahan alam dengan produsen obat bahan alam, sehingga diharapkan dapat memperkuat mutu bahan baku yang digunakan oleh para pelaku usaha.
Melalui pertemuan ini, pemerintah berharap terciptanya ekosistem obat bahan alam yang berkelanjutan dan semakin kompetitif di pasar, serta meningkatkan kolaborasi antara berbagai pihak untuk mewujudkan pengembangan obat bahan alam yang berdaya saing global.