Jakarta – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menggelar sosialisasi Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 17 Tahun 2024, tentang perubahan kedua atas Permenkes Nomor 14 Tahun 2021. Peraturan ini mengatur standar kegiatan usaha dan produk dalam penyelenggaraan perizinan berusaha berbasis risiko di sektor kesehatan.
Sosialisasi yang berlangsung di Jakarta pada 18 Desember 2024 ini bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada seluruh pemangku kepentingan dan pelaku usaha sektor kesehatan, dan meningkatkan koordinasi, sinergitas, serta identifikasi potensi kendala yang dapat muncul dalam implementasi kebijakan baru ini.
Kegiatan ini diikuti secara daring oleh perwakilan dari kementerian/lembaga terkait, unit pelaksana teknis di lingkungan Kemenkes, serta dinas kesehatan provinsi, kabupaten, dan kota di seluruh Indonesia.
Permenkes Nomor 17 Tahun 2024 hadir sebagai langkah strategis untuk menyelaraskan standar kegiatan usaha sektor kesehatan dengan kebutuhan lapangan.
Kepala Biro Hukum Kemenkes, Indah Febrianti, menjelaskan bahwa revisi ini mencakup lima standar kegiatan usaha, yaitu Standar Usaha Apotek, Pedagang Besar Kosmetik, Pedagang Besar Obat Tradisional/Obat Bahan Alam, Pengendalian Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit, serta Klinik.
“Perubahan ini bertujuan untuk meningkatkan kemudahan dalam penyelenggaraan perizinan berusaha serta menyelaraskan norma, standar, prosedur, dan kriteria dengan kebutuhan di lapangan,” ujar Indah.
Selain mempermudah perizinan, peraturan ini juga memperkuat pengawasan yang lebih terstruktur. Norma, standar, prosedur, dan kriteria dalam Permenkes ini menjadi acuan tunggal bagi pemerintah pusat dan daerah dalam proses perizinan berbasis risiko sektor kesehatan.
Indah juga menyoroti perubahan penting dalam tiga standar di bidang kefarmasian, yaitu Standar Usaha Apotek, Standar Usaha Pedagang Besar Kosmetik, dan Standar Usaha Pedagang Besar Obat Tradisional/Bahan Obat Alam. Perubahan ini diharapkan mampu mendukung efisiensi operasional dan memberikan kemudahan perizinan bagi pelaku usaha.
“Permenkes ini adalah langkah penting dalam menyederhanakan perizinan sektor kesehatan, sehingga dapat memberikan dampak positif bagi pelaku usaha dan masyarakat,” tambahnya.
Ketua Tim Kerja Pelayanan Kefarmasian Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama, Heru Sunaryo, menguraikan perubahan dalam standar usaha apotek. Antara lain perubahannya adalah penambahan Commanditaire Venootschap (CV) sebagai pelaku usaha non-perseorangan dan penyesuaian sarana bahwa apotek dapat berdiri sendiri atau bergabung dengan fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama (FKTP) dan/atau tingkat lanjut (FKTL).
Sementara itu, Ketua Tim Kerja Pembinaan dan Pemantauan Sarana Produksi Obat Bahan Alam, Kosmetik, Pangan, dan Radio Farmaka, Rengganis Pranandari, menjelaskan perubahan pada Standar Usaha Pedagang Besar Kosmetik (PBK). Aspek perubahan mencakup ruang lingkup, definisi, peryaratan, struktur SDM dan SDM (penanggung jawab teknis), sarana, pelayanan, sistem manajemen usaha, penilaian kesesuaian, dan pengawasan.
“Cakupan usaha PBK yang semula hanya meliputi importir kosmetika dan distributor kosmetika, kini diperluas menjadi mencakup distributor kosmetika pemilik nomor notifikasi, distributor nonpemilik nomor notifikasi, dan importir kosmetika,” ungkap Rengganis. Ia juga menyebut adanya penambahan poin dalam persyaratan umum yakni pengecualian sertifikat standar usaha PBK bagi pelaku usaha yang memiliki izin industri kosmetik pada lokasi usaha yang sama.
Pada aspek pelayanan, PBK kini dapat menyalurkan produk melalui e-commerce secara grosir. Sedangkan dari segi penilaian kesesuaian dan pengawasan, kompetensi yang semula hanya di bidang pengawasan kesehatan kini diperluas ke bidang regulasi kosmetik.
Rengganis juga memaparkan perubahan pada Standar Usaha Pedagang Besar Obat Tradisional/Obat Bahan Alam (OT/OBA). Penyesuaian ini meliputi perluasan ruang lingkup usaha yang semula mencakup usaha Perdagang Besar Obat Tradisional (OT) termasuk suplemen kesehatan untuk manusia diubah menjadi mencakup usaha perdagangan besar OT/OBA, suplemen kesehatan dan obat kuasi. Selain itu, PB OT/OBA dapat mendistribusikan produk melalui e-commerce secara grosir dengan menerapkan cara distribusi yang sesuai regulasi.
Dalam aspek persyaratan umum usaha terdapat penambahan poin yakni sertifikat standar usaha PB OBA dikecualikan bagi pelaku usaha yang memiliki perizinan berusaha industri OBA, usaha kecil OBA, dan usaha mikro OBA sesuai KBLI 21022, industri Produk OT/OBA untuk manusia, dilokasi usaha yang sama dan mendistribusikan OBA, suplemen Kesehatan dan obat kuasi produksi sendiri.
Perubahan pada aspek penilaian kesesuaian dan pengawasan yaitu semula pelaksana pengawasan harus memiliki kompetensi di bidang pengawasan kesehatan diubah menjadi di bidang regulasi OBA, Suplemen kesehatan, dan obat kuasi.
Rengganis menambahkan bahwa perubahan regulasi PBK dan PB OT/OBA bertujuan menyederhanakan perizinan, menyesuaikan dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang kesehatan, dan mengakomodir perubahan seperti penyesuaian ruang lingkup usaha, SDM, serta penyederhanaan sarana.
Dengan pendekatan berbasis risiko yang lebih terstruktur, Kemenkes optimistis bahwa penyelenggaraan perizinan berusaha di sektor kesehatan akan semakin efektif. Hal ini diharapkan dapat mendukung keberlanjutan pelayanan kesehatan, memudahkan pelaku usaha, serta memastikan perlindungan masyarakat.
Langkah strategis ini diharapkan mampu meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan sekaligus memperkuat regulasi di sektor kesehatan sesuai kebutuhan nasional dan global.