Jakarta – Dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di Indonesia, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) terus mengoptimalkan penerapan Formularium Nasional (Fornas). Sebagai daftar obat terpilih yang dibutuhkan dan harus tersedia di fasilitas pelayanan kesehatan, Fornas menjadi elemen penting dalam mendukung pelaksanaan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan, L. Rizka Andalucia menekankan pentingnya pemutakhiran Fornas secara berkala untuk menyesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. “Fornas dilakukan peninjauan paling lama dua tahun sekali, tetapi dalam kondisi tertentu dapat dilakukan perubahan apabila terdapat obat yang sangat dibutuhkan atau ada pembuktian baru yang mendukung adanya penyesuaian,” ujar Rizka dalam acara Diseminasi Pemantauan dan Penerapan Fornas di Jakarta, Jumat (13/12).
Acara diseminasi ini bertujuan untuk mensosialisasikan perubahan Fornas sekaligus memberikan pemahaman kepada pemangku kepentingan terkait pentingnya penerapan Fornas dalam pelayanan Kesehatan. Dengan berpedoman pada Fornas, fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) diharapkan dapat memberikan layanan yang lebih efisien dan efektif, sehingga target nasional dalam implementasi JKN dapat tercapai.

Pemutakhiran Fornas 2024
Proses pemutakhiran Fornas edisi terbaru tahun 2024 telah dimulai sejak Maret hingga Oktober 2024, melibatkan Tim Seleksi Obat Fornas, Komite Nasional Seleksi Obat dan Fitofarmaka serta berbagai pemangku kepentingan terkait.
Fornas saat ini, yang ditetapkan melalui Keputusan Menteri Kesehatan (KMK) No. HK.01.07/MENKES/2197/2023, mencakup 672 zat aktif dalam 1.132 bentuk sediaan. Setelah proses review pada 2024, dilakukan penambahan daftar Fornas menjadi 677 zat aktif dalam 1.143 bentuk sediaan yang ditetapkan melalui adendum Fornas pada KMK No. HK.01.07/MENKES/1818/2024 yang akan berlaku mulai 1 Februari 2025.
Rizka menegaskan bahwa pemantauan dan evaluasi penerapan Fornas dilakukan secara berkala untuk menjamin ketersediaan obat yang tidak hanya sesuai kebutuhan klinis, tetapi juga terjangkau, guna mendukung keberlanjutan program JKN.
“Fornas adalah wujud nyata komitmen kami untuk memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat. Dengan kerja sama yang kuat, kami yakin dapat memenuhi kebutuhan obat-obatan yang diperlukan masyarakat dengan cara yang tepat dan efisien,” tambah Rizka.
Prinsip CERDAS dalam Pengembangan Fornas
Wakil Menteri Kesehatan, Prof. Dante Saksono Harbuwono, turut mengapresiasi langkah-langkah dalam pengembangan Fornas, terutama penambahan sediaan obat untuk mendukung program rujuk balik. “Dengan rujuk balik ini, kita dapat memberikan penanganan pasien yang lebih paripurna, cost-effective, dan memudahkan pasien dalam mendapatkan pengobatan. Ke depan, Fornas harus dikembangkan berdasarkan prinsip CERDAS,” ujar Prof. Dante.
Ia menjelaskan enam prinsip CERDAS yang menjadi panduan dalam pengembangan Fornas:
- Cermat menggunakan Health Technology Assessment (HTA).
- Empati terhadap kondisi di lapangan.
- Rasional dalam kendali mutu dan biaya.
- Dinamis mengikuti perkembangan teknologi.
- Aktif mendukung kemandirian farmasi.
- Selalu berorientasi pada masyarakat.
Menurut Prof. Dante, prinsip CERDAS mencerminkan tanggung jawab bersama semua pemangku kepentingan dalam memastikan mutu layanan kesehatan, sekaligus menjaga efektivitas biaya dalam pengobatan”, tegasnya.
Kolaborasi untuk Kesehatan yang Lebih Baik
Sebagai acuan bersama bagi pemerintah pusat, pemerintah daerah, BPJS Kesehatan, dan fasyankes, Fornas memainkan peran strategis dalam memastikan ketersediaan obat yang dibutuhkan masyarakat.
Melalui pemutakhiran Fornas yang berlandaskan prinsip CERDAS, Kemenkes optimistis dapat terus meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di Indonesia, mendukung keberlanjutan program JKN, dan menciptakan layanan kesehatan yang lebih baik bagi seluruh masyarakat.