Dalam rangka mempercepat pencapaian kemandirian industri farmasi dan alat kesehatan dalam negeri yang berdaya saing, Direktorat Ketahanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan Ditjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kemenkes, menyelenggarakan pertemuan koordinasi promosi dalam rangka mendorong investasi produksi alat kesehatan (alkes) dalam negeri.
Pertemuan yang dilaksanakan secara hybrid ini dihadiri oleh para perwakilan dari Kementerian Kesehatan, Kementerian Perdagangan, Kementerian Luar Negeri, KBRI Hanoi, KBRI Bangkok, Asosiasi Produsen Alat Kesehatan Indonesia (ASPAKI), Organisasi Perusahaan Alat Kesehatan dan Laboratorium Indonesia (GAKESLAB), serta para pelaku industri alkes dalam negeri.
Kegiatan ini bertujuan untuk melihat peluang ekspansi produk alkes dalam negeri di pasar Internasional dan untuk mempelajari regulasi yang di persyaratkan baik dari Indonesia maupun di negara sasaran ekspor. Khususnya pada kesempatan ini membahas pasar Asia Tenggara. Demikian disampaikan oleh Ketua Tim Kerja Peningkatan dan Fasilitasi TKDN Alkes dan Penggunaan Alkes Dalam Negeri Dit. Ketahanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan Lupi Trilaksono di Jakarta pada Kamis (20/7).

“Melalui kegiatan ini, diharapkan kita dapat melihat potensi dan peluang ekspor produk alkes khususnya produk dalam negeri sebagai bahan menyusun intervensi apa yang dapat dilakukan pemerintah sebagai regulator dan swasta selaku produsen alkes untuk mengembangkan dan memperluas akses produk alkes dalam negeri ke luar negeri” tuturnya.
Dalam sambutannya Direktur Ketahanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan Roy Himawan menyampaikan adanya peningkatan belanja alat kesehatan dalam negeri, ini membuktikan usaha pemerintah yang berupaya agar produk alkes dalam negeri dipakai pada fasilitas pelayanan kesehatan.
“Maka tugas kita bersama untuk meningkatkan mutu alkes dalam negeri agar bisa bersaing dengan produk impor, produsen harus terus melakukan inovasi diantaranya transfer teknologi dari perusahaan global yang memiliki teknologi baru maupun inovatif” ujarnya.
Selanjutnya, Himawan menghimbau pada produsen alkes dalam negeri jangan berhenti dalam berkarya untuk menciptakan produk yang berkualitas dan mendapatkan pengakuan international seperti CE mark, US FDA approval dan sertifikasi PQ WHO yang merupakan persyaratan produk untuk skala ekspor.
“Sebagai sarana promosi alat kesehatan dalam negeri, produsen alkes dalam negeri tahun 2022 dan 2023 sudah mengikuti event Internasional seperti MEDICA yang dilaksanakan di Jerman, Arab Health di Dubai, dan baru-baru ini dilaksanakan FIME di Florida Amerika serikat” terang Himawan.

Himawan juga menambahkan tujuan utama dari kegiatan ini adalah untuk mempromosikan produk alkes dalam negeri agar lebih dikenal di pasar global. Sekaligus membuka peluang ekspor alat kesehatan dan investasi asing ke Indonesia dalam bidang manufaktur alat kesehatan.
Pertemuan ini diharapkan dapat memberikan wawasan bagi produsen yang berpotensi mengekspor produknya sebagai perluasan pasar. ”Saya berharap kita semua mempelajari bagaimana cara yang mudah dalam melakukan ekspor dan berkoordinasi dengan Kementerian Perdagangan, Kementerian Luar Negeri untuk mencapai sasaran dalam meningkatkan pasar produk alat kesehatan dalam negeri yang berkontribusi dalam pembangunan ekonomi nasional” pungkas Himawan.
Pada kesempatan yang sama, Masriati Lita dari Direktorat Asia Tenggara, Kementerian Luar Negeri menyampaikan Asean merupakan kawasan ekonomi terbesar kelima di dunia dengan Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita sebesar USD 4,783 dengan pertumbuhan ekonomi sangat pesat yaitu rata-rata 5,31 persen pada tahun 2022.
“Anggaran kesehatan ASEAN 6 tahun 2025 diperkirakan akan meningkat dari USD 420 miliar menjadi USD 740 miliar. Ini merupakan potensi bagi negara-negara di Asia Tenggara, kebanyakan negara-negara tersebut mengimpor alkes dari luar negeri sekitar 80-90 persen” tambahnya.
Pada tahun 2025 sekitar 58 juta penduduk di Asia Tenggara akan masuk ke dalam usia lebih dari 65 tahun dan akan meningkat 123 juta di tahun 2050, proyeksi peningkatan penduduk Asia Tenggara menuju aging society atau penuaan populasi, didorong oleh faktor-faktor peningkatan usia harapan hidup, menurunnya tingkat kematian, serta perbaikan sistem pelayanan kesehatan.
Dengan meningkatnya usia harapan hidup merupakan potensi pasar di Asia Tenggara, karena akan meningkatkan daya beli dan belanja kesehatan.
“Pada 2022 diperkirakan valuasi pasar alkes kawasan Asia Tenggara mencapai USD 10,92 Miliar, ini adalah peluang yang sangat besar untuk kalangan industri yang bergerak di bidang manufaktur” ujarnya.
Selanjutnya Ance Maylani dari KBRI Hanoi menyampaikan peluang pasar alat kesehatan pada Vietnam MediPharm Expo 2023. “Ada beberapa pameran yang akan kita ikuti di Vietnam dan Thailand, keikutsertaan pada pameran merupakan bagian akhir dari upaya diplomasi ekonomi, kita ingin membangun daya saing dari produk alkes dan farmasi, sekaligus membangun konektivitas di kawasan untuk industri alkes, agar bisa mendorong pasar kawasan Asia Tenggara untuk bisa lebih growing“ ujarnya.

Ahmad Rama Aji Nasution dari KBRI Bangkok juga mengatakan Thailand merupakan pasar yang sangat potensial untuk alkes Indonesia, 20 persen dari populasinya diperkirakan berusia di atas 60 tahun pada tahun 2022, dan meningkat menjadi 30 persen pada tahun 2035. Perubahan sosial ini menciptakan kebutuhan yang mendesak akan layanan dan fasilitas pendukung yang melayani populasi lansia.
“Rumah Sakit Umum besar sedang mengembangkan fasilitas mereka untuk melayani populasi lanjut usia. Akibatnya, ada permintaan untuk perangkat, produk, dan layanan medis terkait untuk perawatan lansia” tuturnya.
Selain itu, Ahmad Rama Aji juga menyampaikan pada tahun 2028, pemerintah Thailand berencana mengubah Phuket menjadi pusat wisata medis kelas dunia. Phuket berencana membangun kompleks wisata medis internasional yang disebut Medical Plaza. Pada tahun 2037 Thailand memproyeksikan pendapatan dari wisata medis sebesar THB 150 Miliar.
Pada kesempatan ini Ganef Judawati Plt. Direktur Pengembangan Ekspor Produk Manufaktur Ditjen PEN Kementerian Perdagangan menjelaskan ekspor alat kesehatan Indonesia selama 5 tahun terakhir tumbuh dengan trend 0,76 persen per tahun dan nilai ekspor pada tahun 2022 mencapai USD 207,7 juta sedangkan impor tumbuh dengan trend 1,1 persen per tahun dan pada tahun 2022 nilainya tercatat sebesar USD 269,3 juta.
Febie Yurita Poetri dari ASPAKI juga menyampaikan apresiasi kepada seluruh Kementerian dan Lembaga atas dukungannya kepada industri alkes dalam negeri.
“Dua tahun ini memang luar biasa sekali kegiatan yang telah kita lakukan, bukan hanya promosi dalam taraf nasional tapi juga di taraf international, untuk membawa industri kesehatan dalam negeri dan meningkatkan awareness dan branding bahwa industri alkes Indonesia sudah berkembang kami rasakan sekali manfaatnya” tutur Febie.