“Keberhasilan capaian program dan kegiatan Ditjen Farmalkes dalam pencapaian target indikator kinerja di tahun pertama Renstra 2020-2024 merupakan hasil kerja keras seluruh komponen, pendayagunaan sumber daya yang optimal serta penguatan koordinasi pusat dan daerah terutama dalam perencanaan program dan kegiatan, penyusunan peraturan perundang-undangan bidang kefarmasian dan alat kesehatan serta monev pelaksanaan kegiatan yang berkelanjutan.“
Disampaikan oleh Plt. Dirjen Farmalkes – drg. Arianti Anaya, MKM pada pembukaan RAKONAS Regional Timur Farmalkes (27/04/2021).
Dalam sambutan sekaligus Laporan Perkembangan Pelaksanaan Program di Ditjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan sampai dengan tahun 2020, Program Prioritas tahun 2021, pelaksanaan program yang mendukung akses – dukungan terhadap primary care, resiliensi kefarmasian dan alat kesehatan dan jaminan mutu produk alat kesehatan (pre- dan post-market).
Kegiatan RAKONAS ini diselenggarakan untuk meningkatkan pemahaman dan sinergi pusat dan daerah, dalam pelaksanaan program dan kegiatan Ditjen Farmalkes, memberi dukungan bagi prov/kab/kota yang masih belum mencapai target dengan usaha dan kerjasama yang lebih baik lagi untuk mencapai Sasaran Strategis, Sasaran Program/Kegiatan serta Indikator Kinerja Program/Kegiatan pada Renstra Kementerian Kesehatan 2020-2024.
Lima Tujuan Strategis dengan delapan Sasaran Strategis dalam Kepmenkes Nomor 21 Tahun 2020 tentang Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024, di mana salah satu sasarannya adalah meningkatnya akses, kemandirian dan mutu kefarmasian dan alat kesehatan guna mencapai tujuan peningkatan sumber daya kesehatan. Pada tahun 2020, sasaran tersebut diukur pencapaiannya melalui indikator persentase Puskesmas dengan ketersediaan obat esensial dengan target sebesar 85%. Adapun capaian pada tahun 2021 adalah sebesar 92,12% atau dengan persentase capaian sebesar 108,38%.
Program Dukungan Pelayanan Kesehatan dan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dengan sasaran meningkatnya akses, kemandirian dan mutu sediaan farmasi dan alat kesehatan dengan lima indikator capaian pada tahun 2020 antara lain: Persentase kabupaten/kota dengan ketersediaan obat esensial sebesar 77%; Persentase alat kesehatan memenuhi syarat sebesar 91%; Persentase Puskesmas dengan ketersediaan vaksin IDL (Imunisasi Dasar Lengkap) sebesar 90%; Persentase jenis bahan baku sediaan farmasi yang dapat diproduksi dalam negeri sebesar 15%; serta Persentase alat kesehatan yang dapat diproduksi dalam negeri sebesar 55%.
Dari indikator kinerja tahun 2020 tersebut telah mencapai target yang ditetapkan, yaitu untuk Realisasi persentase kabupaten/kota dengan ketersediaan obat esensial sebesar 83,75% atau dengan persentase capaian sebesar 108,77%; Realisasi persentase alat kesehatan memenuhi syarat sebesar 92,70% atau dengan persentase capaian sebesar 101,87%; Realisasi persentase Puskesmas dengan ketersediaan vaksin IDL (Imunisasi Dasar Lengkap) sebesar 96,98% atau dengan persentase capaian sebesar 107,76%; Realisasi persentase jenis bahan baku sediaan farmasi yang dapat diproduksi dalam negeri sebesar 16,67% atau dengan persentase capaian sebesar 111,11%; dan Realisasi persentase alat kesehatan yang dapat diproduksi dalam negeri sebesar 55,56% atau dengan persentase capaian sebesar 101,02%.

Pelaksanaan program tahun 2020 ini didukung dengan sumber daya anggaran yang bersumber dari Kantor Pusat dan Dekonsentrasi dengan alokasi sebesar 4,18 triliun rupiah dengan realisasi 4,05 triliun (96,95%).
Alokasi DAK Fisik Subbidang Pelayanan Kefarmasian Tahun 2020 sebesar 1,366 triliun rupiah dengan jumlah penerima sebanyak 519 prov/kab/kota dengan rincian alokasi 92% untuk penyediaan obat dan BMHP di kab/kota dengan jumlah usulan 496 paket; 5% alokasi penyediaan prasarana instalasi farmasi prov/kab/kota dengan jumlah usulan 5,818 unit; serta 3% alokasi pembangunan baru atau rehabilitasi instalasi farmasi prov/kab/kota dengan jumlah usulan 32 paket pekerjaan. Berdasarkan data dari DJPK dan aplikasi SIMADA, realisasi penyerapan DAK Fisik Subbidang Pelayanan Kefarmasian Tahun 2020 sebesar 85,80% atau sejumlah 1,1 Triliun rupiah.
Dalam penanganan pandemi Covid-19 sekaligus meningkatkan ketahanan kesehatan nasional, sinergi bersama para pemangku kepentingan menghasilkan peningkatan kapasitas produksi alat kesehatan dalam negeri dalam produksi ventilator, High Flow Nasal Canule (HFNC), rapid test antigen, Reagen Real Time – Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) / RT-Lamp, Oxygen Helmet, dan masker N95.
Program Prioritas Tahun 2021 disusun dengan fokus untuk meningkatkan akses, kemandirian, dan mutu sediaan farmasi dan alat kesehatan. Pada aspek akses, akar masalah yang perlu mendapat intervensi adalah optimalisasi pengelolaan siklus manajemen logistik/rantai suplai obat dan vaksin; Pada aspek kemandirian, optimalisasi produksi dalam negeri untuk alat kesehatan dan bahan baku farmasi, optimalisasi penggunaan produk, dan kendala terbatasnya pilihan vaksin bersertifikat halal; Pada aspek mutu, konsistensi pemenuhan standar dalam pengawasan pre-market dan pengawasan post-market yang perlu mendapat intervensi.
Digital Inventory Nasional (DIN) adalah salah satu bentuk intervensi pengelolaan rantai suplai obat, dalam mewujudkan manajemen pengelolaan obat yang efektif dan efisien. Sistem ini bersifat single entry, digital, real time, user friendly dan terkoneksi dengan aplikasi lain, misal SIKOBAT, E-logistik, E-report PBF, dan e-monev. DIN ini akan terintegrasi dan dikembangkan secara bertahap untuk bisa dimanfaatkan Dinkes Prov/Kab/Kota, industri dan distributor farmasi, serta Faskes dan Satker di seluruh Indonesia, sehingga diharapkan selain integrasi juga dapat membantu pengelolaan data dan pengambilan keputusan di setiap proses pengelolaan logistik dan tercipta pengendalian rantai pasokan obat dan BMHP nasional yang lebih baik.
Pemerintah sedang dalam proses untuk mengamankan dosis vaksin yang dibutuhkan untuk memenuhi target rencana vaksinasi nasional. Pemerintah telah membuat rencana penyediaan vaksinasi yang sejalan dengan tingkat vaksinasi yang dibutuhkan untuk mencapai imunitas kelompok pada tahun 2021. Diharapkan dengan mengevaluasi rutin untuk memitigasi risiko seperti pasokan bulk, kapasitas produksi, dan kebijakan ekspor-impor dapat dicapai hingga 60 juta dosis vaksin per bulan, untuk menjamin ketersediaan vaksin bagi masyarakat dan mencapai herd immunity yang secepat- cepatnya.
Dalam rangka percepatan vaksinasi, distribusi vaksin disusun untuk langsung menuju kabupaten/kota. Rencana distribusi ini diperkuat dengan penerapan sistem manajemen distribusi vaksin, yang memanfaatkan teknologi digital seperti Internet of Things (IoT), Track and Trace, Transport Management System, dan BI Dashboard yang terintegrasi. Sistem ini dapat dipantau melalui Command Center seperti yang sudah beroperasi saat ini, sehingga memudahkan pemantauan distribusi vaksin secara real time.
Dinas Kesehatan Provinsi, dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, akan terlibat aktif dalam sistem ini, bersama dengan distributor vaksin yang ditunjuk Kemenkes (PT Bio Farma), sebagai bentuk sinergi seluruh komponen bangsa. Saat ini Kemenkes sedang berproses membangun dashboard vaksinasi yang dapat dilihat masyarakat umum. Dashboard akan memuat data pendistribusian dan penggunaan sampai ke level kabupaten/kota, sehingga menjadi kendali dan umpan balik atas pelaksanaan vaksinasi ini.
Dalam hal mewujudkan kemandirian, maka pendekatan komprehensif harus dilakukan. Upaya membangun kemandirian merupakan upaya multi sektor, padat modal, dan padat inovasi. Untuk itu, sebagai panduan nasional sudah tersedia Inpres No. 6 Tahun 2016, yang menjadi dasar regulasi kolaborasi multisektor untuk mempercepat pengembangan industri farmasi dan alat kesehatan.
Di sektor kesehatan, telah disusun Rencana Aksi Percepatan Pengembangan Industri Farmasi dan Alat Kesehatan, melalui Permenkes 17 Tahun 2017. Rencana tersebut telah memetakan target-target yang akan dicapai pada periode sampai dengan 2025, dalam mewujudkan kemandirian farmasi dan alat kesehatan.
Optimalisasi peran Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota dalam program kefarmasian dan alat Kesehatan antara lain: Optimalisasi manajemen logistik obat dan BMHP sehingga dapat meningkatkan dan menjamin ketersediaan di tingkat Puskesmas serta menjamin mutu obat; Optimalisasi pemanfaatan DAK untuk mendukung upaya pencapaian target di bidang kefarmasian dan alat kesehatan; Berperan aktif dalam implementasi DIN untuk mendukung integrasi data distribusi dan ketersediaan obat secara real time; Meningkatkan peran dinas kesehatan dalam pengawasan post market alat kesehatan dan PKRT; Optimalisasi manajemen logistik Covid-19 baik pada tingkat provinsi maupun kabupaten/kota hingga Fasyankes penyelenggara vaksinasi; Meningkatkan manajemen logistik vaksin dan pendukungnya untuk vaksinasi; Penguatan monitoring ketersediaan obat esensial di Puskesmas serta meningkatkan akurasi RKO; Berkoordinasi dengan pusat tentang pelaksanaan teknis program dan dukungan manajerial.
**humas_farmalkes2021