Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kemenkes RI, melalui Direktorat Produksi dan Distribusi Kefarmasian, menggelar kegiatan Sosialisasi Etalase Konsolidasi pada Katalog Elektronik Sektoral Kementerian Kesehatan di Jakarta, pada Jumat 19 Juli 2024.
Sosialisasi ini merupakan langkah penting dalam memperkenalkan mekanisme baru dalam pengadaan obat. Etalase konsolidasi obat dibuat sebagai salah satu upaya untuk menindaklanjuti dampak dari perubahan mekanisme pencantuman produk pada katalog elektronik sehingga meningkatkan ketersediaan dan keterjangkauan harga obat.
Selain mensosialisasikan Etalase Konsolidasi pada Katalog Elektronik Sektoral Kementerian Kesehatan, kegiatan ini juga menjadi momen penting untuk melakukan koordinasi dalam rangka penguatan strategi pemenuhan kebutuhan obat dalam penyelenggaraan pelayanan Jaminan Kesehatan Nasional.
Dalam pertemuan ini, Kementerian Kesehatan juga meluncurkan pemanfaatan etalase konsolidasi untuk obat klaim tersendiri pada katalog elektronik sektoral. Dengan adanya kolaborasi yang kuat antara berbagai pihak, diharapkan kebutuhan obat dapat terpenuhi dengan lebih baik, mendukung upaya pemerintah dalam meningkatkan kualitas layanan kesehatan bagi seluruh masyarakat Indonesia.
Turut hadir dalam kegiatan ini perwakilan dari berbagai institusi yang memiliki peran penting dalam sektor kesehatan, termasuk Rumah Sakit vertikal, Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD), serta Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang menjalin kerja sama dengan BPJS, serta perwakilan dari industri farmasi, asosiasi bidang farmasi serta satuan kerja yang ada di lingkungan Kementerian Kesehatan.
Pada semester pertama tahun 2024, Kementerian Kesehatan telah melaksanakan proses konsolidasi terhadap obat klaim tersendiri, yang mencakup obat program rujuk balik (PRB), obat untuk penyakit kronis, dan obat kemoterapi. Pada etalase konsolidasi obat, obat klaim tersendiri tayang dengan multi penyedia, harga yang ditawarkan sama dan bersifat tetap (fixed price). Sehingga fasilitas kesehatan tidak perlu lagi melakukan negosiasi atau mini kompetisi saat melakukan e-Purchasing. Proses yang lebih efisien ini diharapkan dapat mempercepat pengadaan obat, sehingga pelayanan kesehatan kepada masyarakat dapat dilakukan dengan lebih cepat dan efektif.
Direktur Produksi dan Distribusi Kefarmasian Dita Novianti Sugandi dalam sambutannya mengatakan salah satu dampak dari perubahan mekanisme pencantuman obat pada katalog elektronik adalah industri farmasi yang memenuhi kriteria dapat langsung mencantumkan obatnya pada katalog elektronik tanpa adanya persyaratan referensi harga batas tertinggi obat. “Hal ini menyebabkan obat yang tayang pada katalog memiliki harga yang beragam” ujar Dita.
Lebih lanjut beliau menegaskan bahwa penguatan strategi pemenuhan kebutuhan obat dapat dicapai melalui evaluasi terhadap obat-obat yang akan ditayangkan pada etalase konsolidasi. Selain itu, Dita juga menekankan pentingnya pengawalan komitmen dari industri farmasi terhadap obat-obat yang telah disepakati dalam proses konsolidasi yang dilakukan oleh Biro Pengadaan Barang dan Jasa. “Kami berharap sosialisasi hari ini tidak hanya sekadar memperkenalkan kebijakan baru, tetapi juga menjadi momentum untuk membangun pemahaman bersama dan meningkatkan kolaborasi antara berbagai pihak yang terlibat sehingga kita dapat memastikan bahwa obat yang dibutuhkan oleh masyarakat tersedia secara tepat waktu, dalam jumlah yang cukup, dan dengan kualitas yang terjamin.” pungkas Dita.