Bogor, 2 Juni 2025
Indonesia kini memiliki fasilitas produksi alat kesehatan Computed Tomography (CT) Scanner. Fasilitas produksi ini merupakan hasil kerja sama antara PT. Kalbe Farma Tbk, melalui anak perusahaannya PT. Forsta Kalmedic Global (Forsta), dengan GE Healthcare yang diresmikan di Gunung Sindur, Bogor, Jawa Barat.
Fasilitas ini menjadi bagian dari upaya peningkatan kapasitas produksi alat kesehatan di Indonesia, khususnya untuk kategori perangkat radiologi berteknologi tinggi. Dengan berdirinya fasilitas ini, Indonesia kini memiliki kapasitas produksi 60–100 unit CT Scanner per tahun.
CT Scanner berperan penting dalam upaya peningkatan penanganan penyakit prioritas seperti kanker, jantung, stroke, dan uronefrologi (KJSU) yang merupakan kelompok penyakit dengan beban pembiayaan tertinggi bagi pemerintah khususnya Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
Keberhasilan produksi CT Scan dalam negeri merupakan langkah nyata dalam mendukung terwujudnya sistem kesehatan nasional yang kuat, tangguh, dan berkelanjutan. pencapaian ini secara signifikan memperkuat berbagai program strategis Kementerian Kesehatan khususnya dalam Agenda Transformasi Kesehatan.
Peresmian dilakukan oleh Direktur Jenderal Farmasi dan Alat Kesehatan Kemenkes RI, L. Rizka Andalucia bersama perwakilan dari Kementerian Perindustrian, serta jajaran pimpinan Kalbe dan GE Healthcare.

“Kita tengah memulai babak baru dalam penguatan industri alat kesehatan dalam negeri. Kolaborasi ini menunjukkan komitmen bersama untuk membangun kapasitas produksi nasional, terutama pada kategori alat kesehatan berteknologi tinggi yang sebelumnya masih bergantung pada impor,” ujar Rizka dalam sambutannya.
Berdasarkan data e-katalog transaksi alkes dalam negeri tahun 2024 meningkat 3,8x dibandingkan tahun 2019-2021. Namun demikian, transaksi alkes tahun 2024 masih didominasi alkes impor.
Melalui program transformasi ketahanan kesehatan, pemerintah terus berupaya memperkuat ekosistem industri alat kesehatan Indonesia, dimulai dari penelitian dan pengembangan, produksi, hingga penggunaan alat kesehatan dalam negeri.
Rikza menyampaikan, guna menguatkan industri alat kesehatan dalam negeri dan mengurangi ketergantungan impor, pemerintah juga melakukan optimalisasi penggunaan produk dengan standar Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN).
Bobot penilaian TKDN dihitung dengan komposisi 80% manufaktur dan 20% penelitian dan pengembangan. Nilai TKDN ini menjadi pertimbangan dalam pembelian produk melalui e-katalog.
“Saya juga mendorong agar kedepannya proses produksi yang dilakukan di Indonesia dapat dilakukan dari hulu ke hilir, dengan menggunakan bahan baku dalam negeri sehingga nilai TKDN lebih tinggi”, kata Rizka.
Selain itu Rizka menegaskan bahwa hal yang perlu diperhatikan adalah agar dalam proses produksi juga menerapkan kaidah Cara Pembuatan Alat Kesehatan yang Baik sehingga dapat menjamin keamanan, mutu, dan kemanfaatan alat kesehatan.
Lebih lanjut diharapkan agar kerjasama ini tidak hanya memperkuat ketahanan sistem kesehatan, namun juga memberikan kontribusi nyata terhadap pertumbuhan ekonomi nasional dan peningkatan PDB Indonesia melalui perluasan ke pasar nasional dan global.