Formularium Nasional (Fornas) merupakan daftar obat terpilih yang dibutuhkan dan digunakan sebagai acuan penulisan resep pada pelaksanaan pelayanan kesehatan dalam penyelenggaraan program jaminan kesehatan.
Proses seleksi obat dalam Formularium Nasional (Fornas) sejalan dengan kegiatan prioritas pada agenda transformasi kesehatan, yaitu pemenuhan kebutuhan obat, meningkatkan pemanfaatan obat-obatan produksi dalam negeri, pemanfaatan bioteknologi kesehatan, termasuk juga pertimbangan pemilihan obat berbasis farmakogenomika.
Fornas merupakan living document yang bersifat dinamis, yang dapat dilakukan pembaharuan ketika ada evidence baru terkait obat, baik itu dalam hal indikasi maupun safety issue. Sebagai bentuk aktualisasi pembaharuan Fornas, Tim Fornas telah melaksanakan serangkaian pembahasan terhadap usulan obat Fornas.
Dalam melakukan penyusunan Fornas terdapat beberapa kriteria obat yang perlu diperhatikan, yaitu:
- Obat memiliki izin edar dan indikasi yang disetujui oleh Badan POM.
- Obat memiliki khasiat dan keamanan terbaik berdasarkan bukti ilmiah mutakhir dan valid.
- Obat memiliki rasio manfaat-risiko (benefit-risk ratio) yang paling menguntungkan pasien dan rasio manfaat-biaya (benefit-cost ratio) tertinggi.
- Obat belum memiliki izin edar, tetapi sangat dibutuhkan dalam pelayanan kesehatan masyarakat (orphan drug) serta yang tidak mempunyai nilai komersial.
Sebagai tindak lanjut terhadap usulan obat Fornas, Ditjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kemenkes RI melalui Direktorat Pengelolaan dan Pelayanan Kefarmasian selenggarakan kegiatan “Rapat Review Formularium Nasional Tahun 2024” pada 19 s.d. 20 Agustus 2024 di Jakarta.
Direktur Pengelolaan dan Pelayanan Kefarmasian, Agusdini Banun Saptaningsih menyampaikan, Review Formularium Nasional dilakukan melalui tahapan kegiatan yang terdokumentasi, transparan dan akuntabel dengan melibatkan berbagai stakeholder terkait termasuk komite penilaian teknologi kesehatan dan/atau dewan pertimbangan klinis; mempertimbangkan efficacy, benefit-cost ratio, benefit-risk ratio dan availability, serta kajian analisa Farmakoekonomi.
Lebih lanjut Agusdini menyampaikan, Fornas dilakukan peninjauan paling lama 2 tahun sekali, untuk menyesuaikan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, namun diantara perubahan edisi Fornas dimungkinkan untuk melakukan addendum/ review Fornas bila didapatkan obat yang sangat dibutuhkan (bersifat urgent) atau ada pembuktian baru yang mendukung perlunya perubahan pada Fornas yang berlaku.
Kegiatan yang dibuka secara resmi oleh Dirjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan L. Rizka Andalucia ini, dilaksanakan secara hybrid dengan melibatkan Tim Fornas, perwakilan Asosiasi/Organisasi Profesi Kesehatan, perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, perwakilan Badan Pengawas Obat dan Makanan, perwakilan BPJS Kesehatan, perwakilan BUMN Farmasi, perwakilan International Pharmaceutical Manufacturers Group (IPMG), serta perwakilan Gabungan Perusahaan (GP) Farmasi Indonesia.
“Saya percaya bahwa review Fornas yang prosesnya telah dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan bersama Tim Fornas – Komite Nasional Seleksi Obat dan Fitofarmaka, akan memberikan hasil terbaik bagi masyarakat Indonesia, terutama dalam pelayanan kesehatan pada program jaminan kesehatan.” kata Dirjen.
Diharapkan upaya ini dapat meningkatkan kerasionalan penggunaan obat dan ketepatan penggunaan obat, meningkatkan keberhasilan terapi dan mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.