Kementerian Kesehatan terus berupaya mewujudkan layanan kesehatan yang merata dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia melalui transformasi sistem kesehatan yang komprehensif. Salah satu komponen kunci dalam upaya ini adalah Formularium Nasional (Fornas), yang memiliki peran strategis dalam memperkuat layanan kesehatan primer, rujukan, ketahanan kesehatan, dan teknologi kesehatan.
Sebagai bagian dari upaya tersebut, kebijakan pelayanan difokuskan pada penguatan pelayanan dasar serta akses terhadap obat yang tepat, aman, dan terjangkau yang menjadi prioritas utama. Untuk itu, Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kemenkes RI melalui Direktorat Pengelolaan dan Pelayanan Kefarmasian menyelenggarakan Sosialisasi Penerapan dan Peninjauan Formularium Nasional di Bandung pada 10 – 11 September 2024.
Acara yang diadakan secara hybrid ini dihadiri oleh Komite Nasional Seleksi Obat dan Fitofarmaka, Tim Seleksi Obat Fornas, serta perwakilan dari Dinas Kesehatan, Rumah Sakit, dan Puskesmas dari seluruh Indonesia. Tujuannya adalah untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan fasilitas pelayanan kesehatan dalam memahami dan menerapkan Fornas secara optimal, sehingga mewujudkan kendali mutu dan kendali biaya di seluruh fasilitas kesehatan, baik FPKTP maupun FPKTL, dalam rangka pelaksanaan program JKN.
Dalam sambutannya, Direktur Pengelolaan dan Pelayanan Kefarmasian Agusdini Banun Saptaningsih menekankan bahwa Fornas ditinjau paling lama setiap dua tahun, dan di antara edisi perubahan bisa dilakukan addendum jika diperlukan. “Dalam review Fornas pemilihan obat dilakukan berdasarkan beberapa kriteria antara lain obat yang sangat dibutuhkan atau ada bukti baru yang mendukung perubahan pada Fornas yang berlaku”.
Ia juga menegaskan bahwa penerapan Fornas harus terus dipantau dan evaluasi untuk memastikan kepatuhan dan dampak penerapannya dalam pelaksanaan JKN. Agusdini menyoroti kasus kekosongan obat yang baru-baru ini terjadi di salah satu rumah sakit, dimana manajemen obat yang kurang baik menyebabkan kekurangan stok obat vital. “Padahal, obat-obatan tersebut terdaftar dalam fornas, mudah diakses dan terjangkau, sehingga tidak ada alasan bagi rumah sakit untuk tidak menyediakannya” jelasnya.
Prof Rianto Setiabudy, Ketua Komite Seleksi Obat Fornas, turut menyatakan bahwa Fornas adalah acuan terbaik untuk penggunaan obat yang aman, efektif, dan ekonomis tanpa mengurangi mutu layanan kesehatan.
Ketua tim kerja seleksi obat, Direktorat Pengelolaan dan Pelayanan Kefarmasian, Ardiyani juga menyampaikan penerapan Fornas bertujuan untuk kendali mutu dan biaya dalam pelayanan kesehatan. “Fornas membantu memastikan penggunaan obat yang rasional, dan mendukung keselamatan pasien”tambahnya.
Penyusunan Fornas berdasarkan pertimbangan ilmiah yang ketat dan proses peninjauan yang mendalam, termasuk usulan dari rumah sakit, dinas kesehatan, dan organisasi profesi.
Fornas digunakan sebagai acuan bagi pemerintah pusat dan daerah dalam pengadaan obat, untuk menjamin ketersediaan obat yang memadai dalam program JKN. Baik FKTP maupun FKRTL yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan mengandalkan Fornas untuk memenuhi kebutuhan obat di layanan kesehatan mereka.
Selain itu, Fornas juga digunakan sebagai panduan bagi rumah sakit dan Puskesmas dalam penyusunan formularium lokal mereka. Ardiyani menegaskan, “jika obat yang dibutuhkan tidak tercantum dalam Fornas, fasilitas kesehatan dapat menggunakan obat lain secara terbatas dengan persetujuan Direktur Rumah Sakit atau Kepala Dinas Kesehatan kabupaten/kota” imbuhnya.